JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan blok migas non konvensional yang menyimpan potensi cadangan shale oil dan gas masih bisa dikembangkan di Indonesia.

Strategi untuk mencapai target produksi minyak satu juta barel pada 2030 adalah mendorong pengembangan migas non konvensional. Pemerintah akan memfokuskan pada pengembangan shale oil karena Indonesia masih memerlukan minyak dalam jumlah besar.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan identifikasi terhadap cadangan shale oil akan ditingkatkan demi mengejar target 1 juta bph. “Sementara ini kita perlu banyak minyak, jadi fokuskan ke shale oil,” kata Tutuka, Senin (8/2).

Minyak serpih (shale oil), juga disebut Kerogen serpih (bitumen padat), adalah batuan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen (campuran dari senyawa-senyawa kimia organik) yang merupakan sumber terbentuknya minyak serpih yang merupakan hidrokarbon cair.

Shale oil didefinisikan sebagai batuan sedimen ‘immature’, berbutir halus yang mengandung sejumlah besar material organik yang spesifik yaitu alginit dan/atau bituminit, yang apabila diekstraksi dengan dipanaskan (> 550 derajat celcius) akan menghasilkan minyak yang mempunyai potensi ekonomis.

Blok migas non konvensional di Indonesia baru dikembangkan pada tahun 2008 dengan penandatanganan BLok Sekayu.

Tutuka menuturkan, secara teori apabila terdapat reservoir minyak di suatu tempat, pasti ada “dapur”. Dia menegaskan pemerintah sudah memetakan wilayah mana saja yang akan difokuskan untuk dikembangkan.

“Dapur itu sudah diketahui tempatnya di mana. Dapurnya namanya non konvensional. Kita sudah petakan di mana tempatnya dan kita mau fokus ke satu tempat (shale oil),” kata Tutuka.(RI)