MATANYA tajam, sesekali melirik ke arah lamgit, tangan dan kakinya berotot. Senyumnya merekah tatkala melihat jirigen yang tergantung sudah terisi penuh air nira. Air yang keluar dari batang tubuh pohon Aren. Setelah sedikit lakukan perenggangan dan persiapan, kaki-kaki lincah mulai memanjat pohon Aren yang menjulang sekitar delapan meter.

Tidak perlu waktu lama, kurang dari 20 detik Cik Buyung sudah bergelantungan santai di ketinggian memeriksa jirigen kemudian dengan sigap menurunkannya. “Lumayan dapat penuh ini lima liter,” kata dia sambil tersenyum.

Cik Buyung saat memanjat pohon Aren (Foto/Dok/Dunia Energi)

Apa yang dilakukan pria bernama lengkap Buyung Khairil Anwar biasa dilakukan bapak- bapak berusia senja di desa Rantau Pauh dan sekitaran di Kabupaten Aceh Tamiang. Di saat usia mereka seharusnya sudah beristirahat mereka justru rajin memanjat pohon-pohon Aren yang tumbuh liar di sekitar rumah.

“Sudah turun temurun, bapak kami juga dulu cari air nira, manjat juga,” cerita Suwali, salah satu petani gula Aren sejawat Cik Buyung saat ditemui Dunia Energi di lahan dekat rumahnya di Rantau Pauh, Aceh Tamiang, Kamis (5/10).

Selain jadi sarana untuk meneruskan tradisi leluhur, menyadap air nira dari pohon Aren ternyata membawa rezeki. Wajar memang, bisa kita lihat Cafe atau kedai kopi mana yang tidak menggunakan gula Aren. Berbagai olahan makanan juga tidak lepas dari gula Aren.

Suwali merasakan betul berkah dari air nira dan gula Aren. Sejak 1996 dia mulai fokus meneruskan jejak bapaknya memanjat pohon Aren. Tanpa disangka kebiasaan leluhur itulah yang memberikan rejeki bagi dia dan keluarga. Suwali mampu menyekolahkan dua anaknya, padahal sebelumnya dia hanya bekerja serabutan jadi kuli bangunan atau jadi buruh di lahan sawit.

Membuat gula Aren terbilang tidak terlalu sulit. Syarat utamanya selain tentu bahan utama air nira adalah ketekunan saat memasak air nira. Menghasilkan gula aren murni berkualitas tinggi diperlukan waktu memasak sekitar 5-6 jam. Selain itu harus dipastikan alat masak serta cetakannya harus selalu bersih agar hasilnya punya kualitas nomor wahid.

Suwali mengaku rata – rata bisa menghasilkan sekitar 4 kg gula Aren yang dijual seharga Rp25 ribu per kg. “Sehari rata-rata 4 kg bisa dijual, kadang lebih juga,” ungkap dia.

Produktivitas gula Aren makin meningkat seiring dengan adanya pendampingan oleh Regional 1 Subholding Upstream Pertamina EP Rantau Field dengan membentuk kelompok Petani Gula Aren Meghek Betuah. Program ini juga mempunyai tujuan untuk dapat menghasilkan One Village One Product (OVOP). Rantau Field melakukan pemetaan sosial dan menemukan adanya potensi komunitas pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di bidang Petani Aren di Dusun Batu Delapan, Desa Rantau Pauh. Anggota kelompok Aren Meghek Betuah berjumlah 17 orang anggota.

Dapur umum kelompok petani Meghek Betuah yang diinisiasi Pertamina EP Rantau Field (Foto/Dok/Dunia Energi)

Ketersediaan tungku untuk memasak air nira yang didukung oleh PT Pertamina EP Rantau Field mampu membuat para petani secara maksimal memproduksi gula Aren. Tidak hanya bantuan secara individu, manajemen juga menyasar pada pembentukan kelembagaan yang bisa menyatukan para petani gula Aren untung bisa mengembangkan usahanya.

Program kelompok petani Megeh Betuah memang bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan ekonomi khususnya bagi petani Aren di Kampung Rantau Pauh. Kegiatan Kelompok Meghek Betuah berfokus untuk melakukan produksi gula aren di tingkat lokal dan memasarkan produknya antar kabupaten di sekitar Kabupaten Aceh Tamiang. Selain menjual gula aren dalam bentuk blok, Kelompok Meghek Betuah juga melakukan inovasi produksi produk turunan gula aren nira diantaranya, gula cair dan gula Aren Semut maupaun menerima pesanan gula Aren dalam partai besar. “Gula semut lebih mahal harganya, itu Rp 70 ribu per kg,” ungkap Suwali.

Tidak jarang kelompok menerima pesanan dari berbagai instansi Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang untuk keperluan souvenir atau oleh-oleh khas daerah. Selain itu sekarang melalui pendampingan tersebut gula Aren Meghek Betuah sudah memiliki kemasan khusus serta bisa didapatkan di pasar swalayan lokal Aceh Tamiang.

Seiring waktu berjalan kebutuhan gula Aren semakin tinggi, namun makin disadari juga pohon Aren di sekitar tempat tinggal para petani makin sulit didapatkan karena kalah bersaing dengan kelapa sawit.

Program pengembangan petani Aren di inisiasi pada tahun 2019, dengan adanya bantuan berupa bibit pohon Aren. Total ada 7 ribu bibit pohon yang akan ditanam hingga akhir tahun 2023 ini secara bertahap.

Despredi Akbar, Rantau Field Manager mengungkapkan pada tahun 2023 pengembangan kelompok petani aren berfokus pada strategi memperluas pasar lokal di Aceh Tamiang maupun diluar Aceh Tamiang ditahun ini.

“Perusahaan memfasilitasi kelompok untuk mendapatkan pelatihan manajemen kelomook serta, Perusahaan juga memfasilitasi kelompok untuk mendapatkan sertifikat halal dan P-IRT agar kelompok menjadi lebih mudah memasarkan karena sudah berizin, dan hanya tinggal diberikan stimulus,” kata Despredi. (RI)