XI’AN– PT Timah Tbk (TINS), anak usaha MIND ID, induk usaha badan usaha milik negara di sektor pertambangan, akan menyikapi kelesuan harga timah yang terjadi saat ini, dengan melakukan kebijakan efektifitas dan efisiensi pada biaya operasi atau operating cost, terutama volume ekspor.

“Melihat apa yang terjadi pada pasar saat ini, kita akan lakukan kebijakan untuk menahan volume ekspor karena harga timah semakin menurun. Namun tentu kebijakan ini akan dievaluasi kembali ketika harga sudah membaik,” ujr M Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama PT Timah Tbk pada sesi Leader’s Forum bersama dengan para pimpinan pemain industri timah dunia, di antaranya Yunnan Tin Group, Guang Xi China Tin Group, Traxys, dan ITA di Xi’an, China.

Saat ditanya berapa banyak Indonesia akan melakukan penurunan volume ekspor, Riza menjelaskan, kondisi harga saat ini sepertinya kurang menguntungkan bagi sektor pertambangan timah, khususnya produsen.

Menurut Riza, sejak Juli 2019 Timah sudah menekan volume ekspor. Bila harga tetap tidak membaik Timah akan mengambil langkah pertahankan untuk kemudian mengurangi volume ekspor  hingga 1.000 sampai 2.000 ton per bulan.

“Penambangan Timah adalah sektor yang dalam operasionalnya memiliki beragam risiko, dan kami merasa bahwa harga saat ini kurang menguntungkan jika melihat apa yang sudah kami kerjakan sebagai penambang,” ujar Riza dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Jumat (6/9).

Timah berpartisipasi dalam pertemuan “Asia Tin Week 2019” di Xi’an, Provinsi Shaanxi, China pada 3-5 Septembr 2019. Event ini diikuti produsen dan konsumen timah terkemuka dunia.

Sebagai produsen terbesar timah dari Indonesia, PT Timah Tbk menjadi salah satu delegasi yang ditunggu di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh
International Tin Association (ITA).

Pertemuan Asia Tin Week kali ini membahas sejumlah isu strategis. Pengaruh Perdang Dagang antara China ‐ Amerika Serikat terhadap industri timah dunia dan harga komoditi timah menjadi isu yang terhangat.

Pada sesi Leader’s Forum, Riza bersama dengan para pimpinan pemain industri timah dunia, di antaranya Yunnan Tin Group, Guang Xi China Tin Group, Traxys, dan ITA, membahas situasi terakhir bisnis pertimahan dunia.

Dalam kesempatan itu, Riza menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia sudah memperbaki regulasi dengan membuat aturan tentang neraca cadangan dan verifikasi oleh Competent Person Indonesia (CPI).

“Di Indonesia kita bisa lakukan ekspor, jika kita sudah melengkapi standar dan regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.

Pada akhir Leader’s Forum, para panelis bersepakat bahwa harus ada langkah‐langkah yang dilakukan untuk mengupayakan perbaikan harga timah dunia hingga kisaran di atas US$20.000 per ton.

Timah adalah produsen timah terkemuka sekaligus eksportir timah terbesar sedunia dengan wilayah operasional pertambangan dan peleburan logam timah di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Riau. Menjadi Perseroan Terbatas sejak 1976 dan melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 1995, Timah menjalankan bisnis timah yang terintegrasi secara vertikal, mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan, peleburan dan pemurnian logam timah hingga pemasaran
yang melayani para pelanggan internasional maupun domestik.

Produk logam timah dari PT Timah Tbk dengan merek “Banka Tin”, “Kundur Tin”, dan “Muntok Tin” memiliki reputasi internasional dan telah terdaftar di London Metal Exchange (LME). PT Timah Tbk juga merupakan anggota dari International Tin Association (ITA).

Saat ini, PT Timah Tbk memiliki empat lini bisnis utama, yakni pertambangan timah, hilirisasi timah (tin chemical dan tin solder), pertambangan non‐timah
(batubara dan nikel), serta bisnis berbasis kompetensi termasuk rumah sakit, properti, galangan kapal, dan agribisnis. (RA)