Indonesia saat ini memiliki  267 titik potensi panas bumi yang tersebar di sejumlah daerah dengan total sebanyak 29.038 megawatt atu sekitar 29 gigawatt. Namun, potensi yang telah berhasil dimanfaatkan sampai dengan saat ini masih kurang dari 5% atau sekitar 1.341 megawatt hingga akhir 2014.  Sebagian dari potensi panas bumi (geothermal) yang berhasil dimanfaatkan berasal dari PT Pertamina Geothermal Energy, anak usaha PT Pertamina (Persero). Untuk mengetahui tantangan dan langkah yang harus dilakukan untuk mengembangkan sektor panas bumi di Indonesia, Dunia Energi mewawancarai Direktur Utama Pertamina Geothermal, Irfan Zainuddin di Jakarta, akhir pekan lalu. Berikut petikannya.

Bagaimana kondisi sektor panas bumi saat ini dan prospek ke depannya?

Pada prinsipnya sekarang ini geothermal tengah dikembangkan. Jadi potensi yang ada harus dikembangkan secepat mungkin dan sebesar mungkin. Kalau kita lihat energi fosil, cadangannya terus turun. Dan untuk mendapatkannya, eksplorasi, makin lama, makin sulit. Sekarang orang sudah mencari di daerah laut dalam dengan biaya yang sangat besar.

Disisi lain, ada energi alternatif, salah satu di antaranya energi terbarukan adalah geothermal. Jadi potensi yang kita miliki mungkin sudah banyak dipublish orang. Itu yang harus kita eksplor lagi, yang harus kita buktikan. Jadi dari potensi yang 28 gigawatt yang ada di Indonesia harus kita eksplore lagi.

Namun kan kita tahu, hingga saat ini pemanfaatan geothermal masih dibawah 5 persen. Ini yang menjadi pekerjaan rumah kita semua, kenapa industri ini tidak kita kembangkan. Karena kita tahu energi fosil sudah jauh menurun. Ke depan, saya pikir geothermal adalah pilihan yang paling tepat. Tapi memang harus ada yang melakukan atau kebijakan untuk mendorong industri ini bisa berkembang lebih cepat lagi.

Kenapa perkembangan geothermal di Indonesia masih sangat rendah?

Dari sekian permasalahan yang begitu banyak, masalah utama adalah ketertarikan untuk mengembangkan dari sisi keekonomian. Saat ini skala keekonomian untuk pengembangan geothermal belum menarik investor untuk mengembangkan dan masuk kesana. Ada beberapa wilayah kerja (WK) yang dimiliki investor, namun pengembangannya belum dilakukan. Hanya Pertamina Gothermal dan beberapa perusahaan lain yang sudah eksis. Dan kita, sebagai perusahaan negara harus berada di depan. Jadi kita memang sudah merencanakan ke depan. Kita harapkan kebijakan ini akan berpihak kepada industri.

Yang kedua, perizinan. Geothermal sebagaian besar ada di daerah-daerah hutan yang perlu perizinan khusus. Di hutan lindung walau dengan proses yang sangat lama, sudah banyak perusahaan yang mendapat izin untuk beroperasi. Namun di hutan konservasi, itu sama sekali belum bisa kita sentuh, mengingat ketentuan yang tidak memungkinkan kita beroperasi disana. Jadi menurut saya dua poin yang penting tadi yakni skala keekonomian dari proyek itu sendiri dan perizinan.

Selain itu, kita perbaiki juga perlu memperbaiki perangkat lain seperti proses dari kepemilikan wilayah kerja itu sendiri yang harus diimprove, kemudian kebijakan-kebijakan lain, seperti insentif yang diperlukan dari pemerintah.Insentif perlu diberikan karena pengembangan geothermal tidak semudah energi lainya. Energi geothermal sangat spesifik sekali, energinya tidak bisa kita kirim kemana-mana, sehingga harus dikembangkan di daerah itu sendiri.

Bagaimana dengan regulasi baru, khususnya terkait dengan perubahan rezim panas bumi yang sebelumnya masih dikategorikan sebagai rezim pertambangan? Apakah itu cukup membantu perkembangan industri panas bumi?

Saya rasa cukup membantu, tapi itu belum cukup. Harus ada mesin penggerak, baik insentif atau kebijakan yang membuat skala keekonomian pengembangan panas bumi lebih menarik secara keekonomian.

Sementara itu, untuk hutan lindung dan konservasi nantinya akan harus ada improvement sehingga pengembang bisa lebih fleksibel dalam menjalankan kegiatan. Mulai dari tahap awal mereka mendapat wilayah kerja, kemudian perizinan dan seterusnya lebih mudah lagi.

Insentif yang dibutuhkan?

Sebenarnya intinya adalah bagaimana agar proyek panas bumi menjadi lebih menarik dari sisi keekonomian. Kemudahan dari sisi investasi,sehingga investasi mereka bisa lebih cepat kembali.(*) Versi lengkap bisa dilihat di Buku Indonesia Geothermal Way yang diterbitkan PT Visi Dunia Energi