Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Messah membawa keberkahan tersendiri bagi Iqra Syaifullah. Bujangan berusia 20 tahun anak asli pulau tersebut kini dipercaya menjadi penanggung jawab operasional pembangkit ramah lingkungan yang diresmikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno, pada awal Oktober 2019.

Pulau Messah merupakan salah satu pulau kecil yang berpenghuni yang jaraknya dapat ditempuh sekitar satu jam dengan menggunakan kapal cepat dari Labuan Bajo. Pulau ini sangat padat penduduk. Di sana terdapat 484 kepala keluarga (KK) dengan 1.969 jiwa. Mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan. Namun, mereka juga memiliki jiwa niaga yang tinggi. Banyak penduduk yang menjadi penjual air antarpulau.

Dahulu, masyarakat Pulau Messah mengandalkan genset untuk penyediaan listrik. Warga berpatungan membayar sewa Rp10 ribu per hari. Listrik tersebut disalurkan melalui jaringan kabel yang dari rumah ke rumah. Kini, sekitar 120 rumah tangga sudah dilayani oleh listrik dari PLTS berkapasitas 530 kWp yang dijaga Iqra.  Tiap rumah mendapatkan pasokan 2 KwH. “Sistem pembayarannya dengan memakai token,” tuturnya, saat ditemui di PLTS Messah, pekan lalu.

Iqra Syaifullah memeriksa kondisi baterai yang digunakan untuk menyimpan listrik dari PLTS Pulau Messah. (L Hermawan/DE)

Lulusan sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Labuan Bajo pada 2019 tersebut awalnya ikut bekerja membantu pemasangan modul di kontraktor pembangunan PLTS Messah. Setelah pembangunan rampung, kontraktor dan PLN melihat harus ada orang lokal yang mengelola pembangkit ini. Maka, dilakukan test terhadap enam orang calon. Semuanya anak pulau. Mereka diuji cara memasang baterai, mengencangkan panel-panel surya yang kendor, dan lain-lain. “Saya akhirnya yang terpilih,” tuturnya.

Anak pasangan Rosling dan Hasni yang bekerja sebagai nelayan tersebut  berstatus tenaga alihdaya (outsourching) PLN dengan honor Rp2 juta per bulan. Dia sendirian mengelola PLTS tesebut. Kemarin, kami menemuinya saat dia mengecek sekitar 590 baterai tempat menyimpan listrik di ruangan berukuran sekitar 5×5 meter persegi. “Tidak ada hari libur,” katanya, sambal tersenyum.

Dia mengaku masyarakat Pulau Messah senang karena sudah ada PLTS. “Dulu masyarakat mengandalkan genset masing-masing. Saat ini mulai berkurang. Apalagi, mesin di desa sudah rusak. Masyarakat berharap PLN dapat menambah daya PLTS ini sehingga semuanya dapat terlayani,” tutur Iqra, yang semula bercita-cita menjadi guru agama tersebut.

Iqra mengaku sejauh ini belum menemui kendala dalam mengoperasikan dan merawat PLTS Messah. Permasalahan kecil ditemui saat memperbaiki baterai lantaran perkakas kerja yang tersedia belum lengkap. Namun, persoalan tersebut masih bisa di atasi sehingga listrik dari PLTS masih terus mengalir.

Iqra berharap suatu saat dapat diangkat menjadi pegawai tetap PLN. Apalagi, anak pertama dari tiga bersaudara itu harus membantu orang tuanya membiayai dua saudaranya yang sedang sekolah sekaligus belajar di pesantren di Cianjur dan Bogor. “Mungkin nanti ada perhatian. Sekarang tunjukkan dulu kesungguhan dalam bekerja,” katanya. (LH)