JAKARTA – PT Pertamina (Persero) kembali menjjadi perhatian setelah Arifi Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan baru tentang kontrak blok migas melalui Peraturan Menteri (Permen) Nomor 12 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut kontraktor boleh memilih kontrak ketika ingin mengelola suatu blok. Namun ada satu pasal yakni pasal 25e yang menyatakan kebebasan itu tidak diberikan kepada Pertamina dan afiliasinya.

Adapun bunyi pasal tersebut adalah terhadap penunjukan Pertamina atau afiliasinya sebagai pengelola wilayah kerja baru yang kontrak kerja samanya belum ditandatangani, menteri menetapkan bentuk kontrak kerja samanya.

Mustafid, Direktur Pembinaan Pengusahaan Hulu Migas Kementerian ESDM, menuturkan ketentuan pasal 25e tersebut berlaku bagi kontrak migas dengan Pertamina yang belum ditandatangani, akan tetapi sudah telebih dulu ditugaskan pemerintah untuk mengelola suatu blok migas.

Dia memfokuskan kasus penerapan aturan ini yakni dalam pengembangan Blok East Natuna. Pengelolaan blok tersebut sudah menjadi penugasan ke Pertamina akan tetapi kontraknya belum ditandatangani.

“Kami address untuk yang belum ditandatangan, atau masih dalam proses untuk tugaskan ke Pertamina misalnya di East Natuna dengan permen ini dimungkinkan gunakan (skema kontrak) yang lain,” kata Mustafid, Rabu (6/8).

Menurut dia, aturan yang ada dikhususkan untuk blok penugasan, sehingga jika di luar itu maka tetap ada kebebasn bagi Pertamina untuk memilih skema kontrak yang sesuai dengan keekonomian. “Iya bisa pilih,” tukasnya Edo.

Blok East Natuna diyakini menyimpan cadangan migas dalam jumlah besar. Hanya saja untuk memproduksikan migas di sana juga terbilang sulit karena kondisi karakteristik gas yang mengandung CO2 sangat tinggi hingga mencapai 70%.

Sudah lebih dari tiga tahun terakhir tidak ada lagi kelanjutan pengembangan Blok East Natuna. Hal ini seiring keputusan ExxonMobil yang sebelumnya merupakan bagian dari konsorsium East Natuna bersama Pertamina dan PTT EP memilih hengkang dan tidak melanjutkan kerja sama. Tidak berapa lama kemudian PTT juga memutuskan keluar dari konsorsium. Alhasil tersisa Pertamina yang kini menjadi andalan untuk mengelola blok yang ditaksir memiliki total cadangan gas sebesar 46 TCF atau empat kali cadangan Blok Masela yang mencapai 10,7 TCF.

Teknologi pemisahan gas ini yang masih belum bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga perlu mitra yang sudah berpengalaman untuk lakukan pemisahan CO2.) (RI)