JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih menunggu persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk bisa melanjutkan pembahasan divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Kementerian BUMN telah mendorong PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum yang juga bertindak sebagai holding BUMN tambang untuk mengambil alih saham Vale yang akan didivestasi.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, mengatakan momentum Vale yang wajib melakukan divestasi harus bisa dimanfaatkan Indonesia.

“Dari Kementerian BUMN, kami melihat ini satu opportunity, peluang yang bagus,” kata Fajar ditemui usai menghadiri rapat koordinasi BUMN di Jakarta, Kamis (28/2).

Inalum masih harus menunggu signal dari Kementerian ESDM jika benar-benar berniat mengambil saham Vale. Sambil menunggu persetujuan dari Kementerian ESDM, Kementerian BUMN sudah meminta Inalum untuk melakukan kalkulasi kemungkinan divestasi yang dilakukan Inalum nantinya.

“Belum ada dari ESDM. Kan suratnya (Vale) ke ESDM. Prosesnya seperti apa, kalau ESDM sudah kasih persetujuan untuk divestasi. Kalau kami sudah mulai dengan meminta Inalum mempersiapkan, mengkaji kemungkinan-kemungkinan untuk itu (divestasi),” ungkap Fajar.

Menurut Fajar, Inalum masih memiliki kemampuan untuk melakukan akuisisi, meskipun baru saja melakukan aksi korporasi besar dengan mengambil alih saham PT Freeport Indonesia pada akhir 2018 lalu.

Salah satu alasan utama Kementerian BUMN mendorong Inalum mengakuisisi saham Vale karena posisi Inalum sebagai holding BUMN tambang.

“Pertimbangannya tetap penguasaan cadangan. Holding itu salah satu amanahnya adalah mengakuisisi cadangan-cadangan itu,” kata dia.

Nico Kanter, Presiden Direktur Vale Indonesia, mengatakan Vale pada dasarnya ingin melakukan pembicaraan secara Business to Business dengan potensi pembeli saham Vale, namun itu semua belum bisa dilakukan lantaran surat jawaban atas kesiapan divestasi dari Vale tidak kunjung dibalas Kementerian ESDM.

“Kami minta approval. Sekarang belum ada kemajuan. Kalau buat kami, lebih cepat lebih baik kalau bisa. Kami kan punya obligasi sampai Oktober,” kata Nico.

Tenggat waktu divestasi harus dilakukan paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau lima tahun setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP No. 23 Tahun 2010.

Vale Indonesia sebelumnya hanya wajib mendivestasikan saham sebanyak 40% sesuai PP Nomor 77 Tahun 2014. Dalam peraturan tersebut, perusahaan yang membangun smelter hanya wajib mendivestasikan sahamnya hingga 40%.

Namun setelah revisi keempat, PP No. 1 Tahun 2017 yang baru menyebutkan bahwa seluruh perusahaan penanaman modal asing (PMA) wajib mendivestasikan sahamnya hingga 51% setelah lima tahun berproduksi. Namun, Vale Indonesia menyatakan kewajibannya tetap 40% sesuai kontrak yang telah di amendemen.(RI)