JAKARTA – Impor Minyak dan Gas Bumi (Migas) kembali meningkat pada April 2019. Nilai impor menjadi US$2,24 miliar, meningkat 46,99% dari realisasi impor pada Maret mencapai US$1,52 miliar. Ini berdampak signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit mencapai US$2,5 miliar atau terbesar sepanjang sejarah.

Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) defisit migas pada April mencapai US$1,49 miliar karena ekspor migas hanya sebesar US$741,9 juta. Impor tertinggi masih didominasi oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar US$1,44 miliar.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan, mengungkapkan peningkatan volume migas akibat adanya peningkatan konsumsi energi. Sementara peningkatan tersebut belum bisa diimbangi oleh produksi migas dalam negeri yang tidak mengalami pertumbuhan signifkan, bahkan terlunta-lunta untuk mencapai target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“Dari sisi volume permintaan kan meningkat. Kalau kita lihat tidak bisa meminta supaya volume turun karena dengan pertumbuhan di atas 5% Anda tidak akan mungkin permintaan terhadap energi turun. Sementara kalau dari sisi produksi kita kalau dilihat minyak dan gas itu produksinya cukup stagnan bahkan kemarin itu kita struggle terhadap minyak terutama liftingnya tidak sesuai dengan asumsi APBN sementara permintaan terus meningkat,” kata Sri Mulyani di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (15/5)

Selain itu, program B20 diperkirakan juga akan memberikan dampak karena penggunaan solar seharusnya berkurang dengan adanya campuran biodiesel. “B20 kan sudah diintroduce kemarin pertamina menyampaikan sudah mulai melakukan. Nanti kami akan lihat kemarin dari beberapa impor pertamina masih cukup besar,” papar Sri Mulyani.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kenaikan impor terjadi dan sudah diprediksi lantaran meningkatnya kebutuhan masyarakat menjelang bulan Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri.

“Iya sudah itu saja untuk lebaran kan meningkat, untuk puasa lebaran,” kata Djoko.

Lebih lanjut setelah masa Ramadhan dan lebaran ini meyakini akan ada penurunan impor seiring dengan mulai turunnya konsumsi. Apalagi Pertamina kata Djoko juga sudah mulai tidak impor beberapa jenis BBM seperti Solar dan Avtur.

Selain itu juga ada pengurangan impor yang akan terasa karena adanya kebijakan pembelian minyak mentah jatah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di dalam negeri.

“Kan mau baru berhenti impor solarnya. Kita kan impornya juga turun. Solar dan Avtur turun, crude juga turun impornya. Crude (minyak mentah) sama gas kita kurangi ekspornya, gunakan untuk dalam negeri,” ujar Djoko.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina mengatakan April 2019 tidak mengimpor avtur, kebutuhan avtur dalam negeri sudah dapat dipenuhi kilang Cilacap‎. “Mulai April kita sudah tidak lagi impor avtur, selama ini setiap tahun rata-rata antara 8-10 juta impor, dengan kita optimalkan kilang,” kata Nicke.

Untuk solar impornya dihentikan mulai bulan Mei ini sebagai dampak program B20 dan optimalisasi kilang. “Solar mulai Mei kita juga sudah nggak perlu lagi impor, selama ini impor berkisar 12-15 juta barel, nah jadi ini kita per Mei,” kata Nicke.(RI)