JAKARTA – RUU Omnibus Law Cipta Kerja menyantumkan satu pasal tambahan yang tersirat sudah tidak ada lagi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, mengatakan rumusan dalam Pasal 4A merupakan pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materiil UU Migas yang berakibat pada pembubaran SKK Migas. Sejak Putusan MK 2014 yang lalu, kelembagaan usaha hulu migas tidak sejalan dengan putusan MK melalui pembentukan SKK Migas.

“Padahal, dalam pertimbangannya MK mengatakan bahwa kelembagaan hulu migas harus dilaksanakan oleh BUMN baik BUMN yang telah ada maupun BUMN Khusus. RUU CK substansi migas melaksanakan Putusan MK tersebut,” kata , kepada Dunia Energi, pekan lalu.

Dian Puji Simatupang, Ketua Program Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia, mengatakan dalam hal ini sebaiknya tidak diperlukan badan usaha khusus yang baru.

“Kembali saja pada rezim Pertamina dahulu, dimana diberikan mandat negara untuk melaksanakan sebagian fungsi pemerintahan. Artinya, semua akan diserahkan dalam konsep business to business yang dikendalikan negara melalui regulasinya. Tidak perlu BUMN baru khusus, kembali seperti dulu saja Pertamina mendapatkan mandat/delegasi negara,” kata Dian.(RA)

Berikut adalah kutipan pasalnya;

Pasal 4A
(1) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan.
(2) Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dapat membentuk atau menugaskan Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
(3) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat.
(4) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi melalui kerja sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.