JAKARTA – Setelah mendapatkan desakan, Shell dikabarkan telah melunak dan mau untuk menurunkan harga hak partisipasinya atau Participating Interest (PI) di Masela.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan setelah melalui negosiasi yang alot, Shell mau melepas PI-nya ke Pertamina dengan nilai yang tidak terlalu tinggi atau lebih dari US$ 1 miliar. Sayang dia belum mau beberkan nilai pastinya.

“Akuisisi, 35% dan angkanya nggak segitu (US$1 miliar), jauh dibawah,” kata Arifin ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (9/6).

Setelah sudah mencapai kata sepakat dan diresmikan langkah selanjutnya adalah revisi Plan of Development (PoD) atau rencana pengembangan. Ada beberapa poin revisi yang akan dimasukkan dalam PoD baru nanti. Salah satunya adalah penerapan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).

Dalam PoD baru nanti, Arifin memastikan tidak akan ada perubahan skema pengembangan yakni membangun fasilitas pengolahan gas di darat.

“Karena akan ada kegiatan karbonya mesti di capture jangan sampai keluar, kalau enggak pendanaan untuk ke proyek fosil ini kan agak mendapatkan tekanan kurang mau kecuali untuk energi terbarukan. Jadi ya supaya gas ini gas bersih jadi harus dimasukan,” ujar Arifin.

Meskipun dipastikan bakal menambah biaya, penerapan CCUS di Masela diminta untuk tidak membuat harga gas nantinya menjadi membengkak. Apalagi nantinya gas tersebut kata Arifin bakal diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

“Bisa aja ada cost (CCUS) tapi kita minta costnya jangan sampai membebankan harga gas terutama untuk dalam negeri,” tegas Arifin.

Shell diberitakan sebelumnya mematok harga tinggi bagi siapa saja yang ingin membeli PI-nya di proyek Masela. Bahkan SKK Migas pernah membeberkan nilai terendah yang dipatok Shell mencapai US$1,4 miliar. Nilai itu adalah biaya yang sudah dikeluarkan selama menjadi mitra Inpex Corporation untuk melakukan berbagai persiapan pengembangan Masela.

Pemerintah sendiri memang sebelumnya sudah geram dengan sikat Shell yang dinilai mempersulit pengembangan blok Masela.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan proyek Masela masih mandek karena sikap Shell yang keras tidak kunjung menuntaskan negosiasinya dengan calon pembeli hak partisipasi atau Participating Interest (PI) yakni Pertamina.

Inpex sebagai operator di Masela juga memiliki keterbatasan gerak ketika mitranya Shell saat ini tidak mau melanjutkan proyek.

“Misalnya isu pelepasan PI Shell menjadi salah satu faktor Inpex ini nggak bisa jalan, Kalau shell terlalu lama menahan dan tidak segera melaksanakan divestasi yang sudah dijanjikan sejak lama,” ujar Dwi .

Selain itu sebelumnya Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan pemerintah sudah lebih tegas ke Shell dan meminta perusahaan asal Belanda itu segera merealisasikan pengalihan PI. Dia menuturkan sepak terjang Shell memang sangat mengecewakan pemerintah.

“Kita minta Shell sungguh-sungguh untuk ini, karena kita serius karena ini mengganggu transisi energi kita, mengganggu ketahanan energi kita ini yang krusial,” kata Arifin.

Menurut Arifin sikap Shell yang keras terhadap negosiasi harga PI sangat merugikan Indonesia. Indonesia seperti tersandera oleh sikap Shell.

“Karena sudah delay berapa tahun, harusnya 2027 sudah COD tapi dengan adanya ini kan mundur, padahal kita sudah kasih kesempatan, ok Shell you divest segera dicari, tapi jangan disandera kita,” tegas Arifin.

Blok Masela merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang hak partisipasinya dipegang oleh Inpex dan Shell. Namun Shell kemudian menyatakan keinginan untuk melepas hak partisipasinya. di Lapangan Abadi, sehingga harus dicari penggantinya. Sebelum menarik diri dari Blok Masela, Shell menguasai 35% saham participating interest (PI). Sisanya dikuasai Inpex sebesar 65%. Shell sendiri sebenarnya menjadi pemain kunci dalam pengembangan blok Masela karena memiliki teknologi membangun fasilitas pengolahan LNG berskala besar.