JAKARTA – Industri batu bara nasional benar-benar terpukul saat ini akibat adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan konsumsi batu bara, baik nasional maupun yang dipasok ke luar negeri lesu. Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, mengatakan saat ini boleh dikatakan Indonesia telah masuk dalam masa pemulihan ekonomi, setelah sektor batu bara menghadapi hantaman kuat sepanjang tahun ini. Ekspor batu bara yang selama ini menjadi andalan untuk mengeruk pundi-pundi penerimaan negara pun ikut terdampak. Hingga Oktober realisasi ekspor batu bara nasional baru tercatat sedikit melebihi 50% dari target yang telah dicanangkan.

“Ekspor targetnya 395 juta ton, per Oktober baru 58,81% atau 232,3 juta ton,” kata Airlangga disela APBI Award secara virtual, Selasa (27/10).

Pemerintah sebelumnya sudah menurunkan target serapan batu bara nasional (Domestic Market Obligation/DMO). Jika awalnya pemerintah mematok DMO sebesar 155 juta tonm namun berhubung kondisi ekonomi lesu yang mengakibatkan menurunnya konsumsi energi maka target tersebut direvisi menjadi 141 juta ton.

Menurut Airlangga, lesunya industri batu bara nasional juga bisa dilihat dari realisasi investasi. Hingga kuartal III 2020, realisasi investasi sangat jauh dibawah target. “Target investasi US$7,7 miliar dan baru terealisasi 27,16% atau US$2,1 miliar,” kata dia.

Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui saat ini industri pertambangan, khususnya batu bara sedang menghadapi tantangan yang berat. Pandemi Covid-19 mengakibatkan penurunan produksi nasional karena permintaan juga menurun, harga batu bara yang rendah serta keterbatasan akses atau mobilitas karyawan atau fasilitas yang mendukung kegiatan operasi.

Ridwan berharap para pelaku usaha tidak berhenti berinvestasi. Apalagi batu bara masih menjadi alternatif utama dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. “Harus tetap optimistis dan terus berjuang. Semoga secara bersama APBI dapat terus mendukung program-program pemerintah untuk melanjutkan ketahanan energi nasional melalui ketahanan cadangan batu bara,” kata Ridwan.

Menurut Ridwan, Indonesia dikaruniai batu bara dengan kalori rendah yang banyak tersebar. Untuk itu, pemerintah terus mendorong produsen batu bara tidak lagi mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai konsumen utama batu bara.

“Jenis batu bara ini akan dapat bernilai ekonomis lebih baik apabila dilakukan upaya peningkatan nilai tambah. Kami dorong perusahaan batu bara melakukan transformasi pengusahaan batu bara, yang biasanya menjual coal untuk PLTU menjadi produk yang memiliki nilai tambah yang diperlukan industri,” kata Ridwan.(RI)