JAKARTA – PT Adaro Energy Tbk (ADRO) hingga September 2020 meraih pendapatan US$1,9 miliar, turun 26% dibanding periode yang sama 2019 sebesar US$2,6 miliar. Beban tercatat juga turun 20% menjadi US$1,4 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu US$1,8 miliar. Seiring dengan itu, laba kotor perseroan pun anjlok 42% menjadi US$462 juta dibanding sembilan bulan 2019 yang mencapai US$799 juta. Tidak hanya itu, laba bersih Adaro juga tergerus hingga 73% menjadi US$109,37 juta pada periode sembilan bulan 2020.

Garibaldi Thohir, Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro mengungkapkan penurunan permintaan akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi dan minat beli yang lemah di negara-negara pengimpor utama telah berdampak terhadap harga batu bara global. Untuk itu, Adaro mengambil sikap waspada terhadap pengeluaran dan mengeksekusi rencana belanja modal dengan hati-hati.

“Meskipun disiplin terhadap suplai telah mulai dilakukan, kami memperkirakan bahwa pemulihan pasar akan membutuhkan waktu yang lebih lama,” kata kata pria yang akrab disapa Boy itu, Selasa (3/11).

Menurut Boy, meskipun dibayangi tantangan ekonomi makro, Adaro masih dapat mempertahankan operasi yang solid. Kondisi pasar batu bara yang sulit akibat ekonomi global yang masih belum kondusif karena pandemi Covid-19 yang berkepanjangan terus menekan profitabilitas perusahaan. Meskipun ketidakpastian masih ada, model bisnis Adaro yang terintegrasi memungkinkan perusahaan untuk beroperasi dengan efisien dalam menghadapi tantangan ini.

“Di sisi yang positif, kami mulai melihat beberapa tanda rebalancing di pasar batu bara berkat disiplin terhadap suplai. Kami tetap optimistis terhadap fundamental industri di jangka panjang, dan dalam menghadapi tantangan jangka pendek. Kami berfokus untuk menjaga kas, memperkuat struktur permodalan dan posisi keuangan, bertahan di jalur yang sudah ada, terus mengeksekusi strategi untuk memastikan kelangsungan bisnis, dan tetap bersumbangsih terhadap pembangunan nasional,” kata Boy.(RI)