JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) untuk Desember 2018 sebesar US$92,51 per ton. Harga tersebut melanjutkan tren penurunan dalam dua bulan terakhir.

HBA November sebesar US$97,90 per ton, turun dibanding Oktober yang tercatat sebesar US$100,89 per ton. Pada September, HBA tercatat masih sebesar US$104,81 per ton.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, mengatakan permintaan batu bara dari Tiongkok menjadi penyebab terkoreksinya harga batu bara dalam beberapa bulan terakhir.

“HBA Desember US$92,51 per ton, terendah sepanjang 2018. Ini sebagai dampak dari kebijakan pemerintah China yang membatasi impor batu bara, bahkan bongkar muat batu bara di pelabuhan-pelabuhan, juga sempat dilarang,” kata Agung di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (3/12).

Menurut Agung, formula HBA ditetapkan Kementerian ESDM berdasarkan index pasar internasional. Ada 4 index yang dipakai yakni Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25% dalam formula HBA. Keempat index itu mengalami koreksi.

Sebagai salah satu konsumen terbesar batu bara di dunia, penurunan permintaan dari China jelas mempengaruhi pasokan yang menjadi berlebih di pasaran. Apalagi Indonesia yang juga merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di dunia tengah menggenjot produksi.

“Kebijakan pemerintah China menyebabkan permintaan batu bara China turun. Disisi lain pasokan batu bara Indonesia berlebih,” kata Agung.

Namun penurunan harga batu bara diperkirakan tidak akan berlanjut. Harga akan kembali naik mulai 2019 seiring kabar perubahan kebijakan pemerintah China terkait batu bara.

“Sepertinya akan bounce lagi akhir bulan, jadi mungkin bisa US$100 per ton,” tandas Agung.(RI)