JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan asumsi terhadap Indonesia Crude Price (ICP) yang disepakati dengan DPR masih aman, meskipun terjadi harga minyak dunia melonjak dalam beberapa hari terakhir.

Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan kenaikan harga minyak yang terjadi masih dalam batas wajar dan masih dalam batas asumsi pemerintah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika harga minyak bertahan sampai akhir tahun atau tahun depan sekalipun.

“Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) US$63 per barel, tapi oke kok. Kalau ICP kan dikurang US$5 dari Brent. US$ 67 – US$ 5 itu US$ 62. Kemarin kami tetapkan US$ 63 per barel di 2020, masih oke kok,” kata Djoko saat ditemui di Kementeria ESDM, Jakarta, Selasa (17/9).

Djoko menambahkan Indonesia juga tidak akan berdampak langsung dengan adanya serangan drone di fasilitas produksi dan pengolahan minyak milik Saudi Aramco. Saat ini Saudi Aramco memasok minyak mentah ke Indonesia rata-rata mencapai 110 ribu barel per hari (bph). Jumlah itu sedikit dibanding produksinya yang bisa mecnapai 13,6 juta bph. Produksi minyak yang terganggu 5,7 juta barel.

Dia menuturkan kilang yang terganggu adalah kilang produksi dan bukan kilang penyimpanan untuk menampung minyak yang siap diekspor ke berbagai negara seperti Indonesia. “5,7 juta bph kan untuk kilang yang terbakar, tapi yang untuk kita tidak dari situ harusnya,” tukasnya.

Dilansir dari Reuters, Selasa (17/9), harga minyak mentah berjangka Brent melejit US$8,8 atau 14,6% menjadi US$69,02 per barel. Persentase kenaikan tersebut merupakan lonjakan harian terbesar setidaknya sejak 1988.

Sementara harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$8,05 atau 14,7% menjadi US$62,9 per barel, kenaikan harian tertinggi sejak Desember 2008.

Serangan bom dengan drone menghantam fasilitas pemrosesan minyak mentah milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais. Aramco kehilangan produksi sebesar 5,7 juta bph. Perusahaan belum memberikan kepastian kapan kapasitas produksi akan kembali seperti semula.(RI)