JAKARTA– Harga emas global sepanjang 2020 yang tercatat naik rata-rata 24,42% atau US$ 1.760 per ounces rupanya belum mendongkrak kinerja keuangan PT Agincourt Resources. Cucu usaha PT United Tractors Tbk (UNTR) atau cicit usaha PT Astra International Indonesia Tbk (ASII) itu hanya membukukan laba bersih pada 2020 sebesar US$ 187,25 juta, turun dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya sebesar US$ 295 juta (year-on-year/YoY).

Berkurangnya laba bersih (net income) Agincourt didorong oleh penurunan penjualan. Menurut laporan tahunan publikasi Agincourt 2020, sepanjang tahun lalu perusahaan yang menambang emas di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara itu hanya membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 481,42 juta, turun dari dari US$ 560,88 juta (YoY).

Penjualan emas mengalami tren penurunan dalam dua tahun terakhir. Padahal sejak 2015-2018 penjualan emas tren positif. Dimulai pada 2015 dengan 302.448 ounces, naik ke 309.457 ounces lalu 351.828 ounces dan puncaknya pada 2018 sebesar 412.298 ounces. Selepas itu turun ke 383.493 ounces dan tahun lalu jadi 290.586 ounces.

Penjualan emas masih jadi kontributor pendapatan perusahaan. Tahun lalu pendapatan emas Agincourt sebesar US$439,3 juta, turun dari US$525 juta. Sedangkan perak naik menjadi US$42,1 juta dari US$35,9 juta. Tapi revenue perusahaan dalam lima tahun terakhir, tertinggi tetap pada 2018 yaitu US$522,2 juta emas dan US$52 juta perak.

Di sisi lain, perusahaan bisa menurunkan beban pokok penjualan (cost of goods sold) menjadi US$ 199,94 juta dari US$ 230,49 juta.

Secara umum, kinerja keuangan Agincourt positif. Hal itu tampak dari aset yang bertambah menjadi US$ 805,24 juta dari 2019 yang tercatat US$ 767,4 juta. Total utang turun dari US$ 234,53 juta jadi US$ 145,9 juta.

Franciscus Xaverius Laksana Kesuma, Komisaris Utama Agincourt, mengatakan pencapaian laba bersih pada 2020 cukup besar mengingat tantangan pandemi COVID-19 terhadap operasional perusahaan , khususnya pada kuartal II. Menurut Laksana, Dewan Komisaris sangat berterima kasih atas kinerja perusahaan secara keseluruhan pada 2020.

Secara umum, Dewan Komisaris Agincourt memandang bahwa perusahaan tetap terkelola dengan baik, terbukti dengan keberhasilan dalambeberapa aspek, yaitu tiga tahun tidak ada Lost Time Injuries (LTI); Program Corporate Social Responsibility (CSR) lanjutan, termasuk program COVID-19; rekor 6,1 juta ton material yang digiling; dan program eksploras lanjutan. Selain itu, studi teknis lanjutan dan kinerja keuangan yang baik.

“Dengan demikian, kami berpendapat bahwa Dewan Direksi telah mengikuti program kerja tahun
2020 yang telah dievaluasi dan disesuaikan dengan target 2020,” ujar Laksana dalam keterangan seperti ikutip dari Laporan Tahunan Publikasi Agincourt.

Muliady Sutio, Presiden Direktur Agincourt, mengatakan perusahaan telah berhasil memenuhi beberapa tujuan di
2020 yakni menjaga keselamatan dan kesehatan karyawan dan melanjutkan pengoperasian Tambang Emas Martabe untuk memberikan manfaat kepada semua pemangku kepentingan. Pencapaian ini terutama dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan yang cepat dari tim manajemen dan kemampuan adaptasi Perusahaan terhadap prosedur produksi baru yang aman terhadap COVID-19.

Terlepas dari pandemi COVID-19 yang memengaruhi operasional perusahaan secara signifikan, menurut Muliady, pengembangan strategis yang direncanakan untuk 2020 sebagian besar tetap dilanjutkan, terutama terkait rencana penambangan. Penambangan penuh di Ramba Joring telah dimulai dan penambangan di Pit Purnama dan Barani dilanjutkan. Mengingat pandemi COVID-19 belum pernah terjadi sebelumnya, strategi yang disiapkan dan diterapkan merupakan hasil kolaborasi yang sangat baik dari seluruh tim manajemen dari berbagai departemen.

Muliady mengatakan, kendati adanya pandemi COVID-19, produksi dan penjualan logam emas dan perak sejalan dengan rencana yang disetujui oleh perusahaan induk perusahaan. Rata-rata harga emas setelah hedging pada 2020 tercatat US$1.465 per ounces, meningkat dari 2019 sebesar US$1.397 per ounces dan perak tercatat US$20 per ounces.

“Mengingat kinerja keuangan yang kuat, perusahaan membagikan deviden kepada pemegang saham sebesar
US$82,9 Juta pada 2020,” ujar Muliady dalam pernyataan dalam Laporan Tahunan Publikasi.

Dia menegaskan, kinerja operasional Martabe pada 2020 sangat kuat di tengah tantangan berat yang dihadapi. Volume produksi tambang sejalan dengan rencana revisi terkait berkurangnya aktivitas operasional pada kuartal II. Beberapa proyek operasional utama, yang merupakan bagian dari Program Peningkatan Martabe (MIP) berkembang, dengan pelaksanaan proyek ReCYN Cyanide Recovery Circuit yang baru dimulai serta peletakan batu pertama di proyek perluasan kapasitas pabrik Martabe. “Kedua proyek ini merupakan kunci utama untuk terus meningkatkan
kinerja operasional Martabe,” ujarnya.

Dari sisi eksplorasi, tambah Muliady, di luar Tambang Emas Martabe sempat terdampak oleh penundaan dalam perolehan izin. Cadangan Bijih turun 5% dari 95 juta ton pada 2019 menjadi 91 juta ton pada 2020. Sumber daya tambang yang mengandung emas turun dari 7,8 menjadi 7,6 juta ounces, dan perak meningkat menjadi 66 juta ounces. (DR)