JAKARTA – Pemerintah memastikan akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang mengembangkan hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Insentif yang diberikan berupa insentif fiskal dan harga khusus batu bara bagi pelaku usaha yang menyerap batu bara untuk DME.

“Hilirisasi batu bara kami dorong proyek yang memang memanfaatkan batu bara untuk hilirisasi yang menghasilkan DME untuk subtitusi impor,” kata Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Kamis (30/1).

Insentif yang diberikan berupa pengurangan royalti batu bara atau harga khusus batu bara untuk proyek batu bara menjadi DME Methanol Methanol Ethylene Glycol (DMM) yang disepakati sebesar US$20-US$21 per ton.

Arifin memastikan untuk harga batu bara untuk DME sudah disepakati oleh produsen batu bara. Namun baru satu perusahaan yang saat ini bersedia memasok batu bara untuk DME yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang juga bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero). “Sudah (US$ 20-21 per ton), kalau bisa di bawah lagi,” tukasnya.

Menurut Arifin, insentif dan harga khusus  tersebut tidak perlu diatur pemerintah, melainkan sudah melalui kesepakatan bersama perusahaan yang terlibat hilirisasi. Pemerintah hanya sebatas memfasilitasi. “Kayaknya enggak perlu pakai Permen, business to business saja, tapi kami yang minta supaya bisa masuk keekonomian,” ungkap Arifin.

Pemerintah, kata dia akan mendorong para perusahaan besar yang saat ini masih memiliki Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi I menjadi motor hilirisasi batu bara.

Berdasarkan proyeksi Kementerian ESDM persiapan pemerintah dalam hilirisasi batu bara menjadi DME serta para PKP2B bisa dilakukan hingga 2022. Selama tiga tahun harus dilakukan persiapan seperti kajian finansial, teknis dan nonteknis terkait gasifikasi batu bara. Kemudian menyiapkan pedoman pemanfaatan gasifikasi batu bara dan Keputusan Menteri (Kepmen) pengusahaan batu bara.

Sejauh ini ada delapan pemegang PKP2B yang didorong untuk ikut dalam hilirisasi batu bara menjadi DME yakni PT BErau Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Indominco Mandiri, PT Kaltim Prima Coal, PT Kendilo Cola, PT Kideco Jaya Agung dan PT Multi Harapan Utama.

Tahap pengerjaan fisik sendiri bisa dimulai pada 2023 hingga 2024. Dalam prosesnya batu bara dihilirisasi menjadi syngas yang bisa diubah langsung menjadi Methanol Ethylene Glycol (MEG) dengan kapasitas produksi 250 ribu ton per annum.

Selain itu, Syngas juga bisa diolah kmebali dan menghailkan Methanol sebanyak 300 ribu ton per annum, selanjutnya Methanol masih bisa diolah kembali untuk menjadi DME dengan total produksi pada tahun 2024 mencapai 1,4 juta ton per annum.

Sejauh ini Bukit Asam sedang menjalani persiapan gasifikasi menjadi DME dengan menggandeng Pertamina dan Air Products. Konsumsi batu bara yang dibutuhkan Bukit Asam sebanyak 8 juta ton per tahun dengan GAR 4.000 kcal/kg untuk hasilkan 1,4 juta DME, 300 ribu Methanol dan 4,25 juta ton MEG.(RI)