JAKARTA – Penanganan perubahan iklim memerlukan dukungan semua pihak, termasuk generasi muda. Bahkan generasi muda, seperti mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa, dapat menjadi aktor utama dan berperan aktif dalam agenda – agenda pengendalian perubahan iklim.

Peran aktif generasi muda dalam pengendalian perubahan iklim sangat diharapkan karena jumlah mereka yang sangat besar di negara kita. Saat ini ada sekitar 65 juta orang (28%) penduduk Indonesia pada kategori usia 10 – 24 tahun. Merekalah yang akan menjadi angkatan kerja dan pemimpin di era Indonesia menuju net-zero emission pada 2060.

Perubahan iklim yang dipicu akibat peningkatan emisi karbon di bumi merupakan salah satu tantangan paling besar yang dihadapi umat manusia saat ini karena dapat memusnahkan semua kehidupan di bumi pada masa depan. Pada tahun ini perubahan iklim makin menjadi kenyataan. Terkini perubahan iklim mempercepat terjadinya cuaca ekstrim di sejumlah belahan bumi. Salah satunya adalah Gelombang Panas (periode cuaca panas berkepanjangan) sedang terjadi di sebagian negara Asia, termasuk Indonesia.

Plt Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian LHK Agus Rusly mengatakan bahwa perubahan iklim memberikan dampak di berbagai sektor kehidupan. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Di antaranya adalah adalah peningkatan target NDC, target penurunan emisi yang ditetapkan secara nasional. Di 5 sektor, Kehutanan, Energi, Pertanian, Industri, dan Limbah. Khusus kebijakan nasional di sektor FOLU Net-sink 2030, dimana emisi sektor kehutanan akan diserap seluruhnya atau lebih besar pada tahun 2030. Percepatan pemanfaatan energi terbarukan dengan pengembangan kendaraan listrik, peningkatan aksi di sektor limbah, serta peningkatan target pada sektor pertanian dan industri. Sejak tahun 2012, pemerintah telah mengembangkan Program Kampung Iklim (Proklim), yang saat ini sedang bertransformasi menjadi Program Komunitas Iklim. “Dalam Climate Adaptation Summit tahun 2021, Presiden Joko Widodo menargetkan 20.000 Kampung Proklim di tahun 2024. Sebagai aksi adaptasi perubahan iklim di tingkat tapak, yang dilakukan secara kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, termasuk keterlibatan pihak swasta untuk memenuhi komitmen Indonesia berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca global,” kata Agus dalam Seminar Nasional Hybrid dengan tema “Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim melalui Kebijakan Publik”, Selasa (23/5). Acara ini merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-64 Universitas Tanjungpura (Untan) dan hasil kerja sama antara Yayasan Perspektif Baru dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untan, dan didukung oleh Konrad Adenauer Stiftung (KAS)

Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur menambahkan bahwa generasi muda harus didorong berperan aktif dalam berbagai upaya penanganan perubahan iklim termasuk melalui pendekatan sosial politik (kebijakan publik). “Di sisi lain, semua pihak haru juga mendengarkan suara generasi muda dan melibatkan mereka secara aktif dalam upaya smitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” ujarnya.

Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Usep Setiawan, Pemerintah Indonesia telah memberikan komitmen politik kepada dunia internasional untuk menurunkan emisi karbon melalui kebijakan yang pro lingkungan. Pemerintah menyadari upaya penanganan perubahan iklim perlu upaya sinergis dan berkesinambungan, karena ancamannya begitu nyata terutama kepada generasi muda.
“Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim merupakan isu global sehingga memerlukan kerjasama multipihak. Pengalaman dari penanganan pandemi Covid-19 membuktikan kolaborasi semua pihak mampu untuk menghadirkan solusi terbaik,” ujar Usep.

Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad menekankan bahwa ancaman kerusakan bumi akibat perubahan iklim sudah makin jelas terlihat. Laporan IPCC ke-6 mencantumkan bahwa generasi muda sekarang dan yang akan datang akan merasakan dunia yang lebih “panas dan berbeda” bergantung dari aksi dan kebijakan yang ditetapkan sekarang.
“Generasi muda saat ini sudah mulai menunjukkan concern pada isu perubahan iklim. Oleh karena itu, harus ada penguatan kapasitas generasi muda sebagai calon-calon pemimpin masa depan agar memiliki keberpihakan pada perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup,” ujar Chalid.

Dalam kesempatan yang sama Dosen FISIP – Untan Fuzy Firda Zhan, mengatakan pemuda (gen Z dan generasi milenial) sebagai penduduk yang mendominasi di Indonesia menurut data dari BPS tahun 2020 (53,81%) menjadi aktor penting dalam penanggulangan krisis iklim. Keberperanan pemuda dalam adaptasi dan mitigasi iklim dapat dilakukan dengan synergy & collaboration, creative & innovation, dan tech savvy & digital native.
“Kalimantan Barat sendiri tidak kekurangan pemuda yang bergerilya dalam penyelamatan iklim. Banyak di antaranya yang telah mencapai skala dan anugerah nasional hingga internasional. Selain itu terdapat pula upaya pemberian eco-edu di tingkat perguruan tinggi seperti melalui program kampus ramah lingkungan (green campus), adanya pusat studi lingkungan hidup, serta mata kuliah yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan iklim,” kata Fuzy.(RA)