KEBAKARAN hutan dan lahan (Karhutla) selalu menjadi masalah klasik yang sulit dicarikan solusinya. Banyak faktor yang sebabkan bencana itu terjadi setiap tahun. Korban tentu saja masyarakat sekitar titik api. Menderita karena apinya ataupun asap yang ditimbulkan.

Hari-hari warga Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, provinsi Sumatra Selatan kerap diliputi kecemasan memasuki setiap memasuki musim kemarau. Tidak hanya aktifitas yang bakal terganggu, tapi kalau api sudah berkobar nyawa mereka juga jadi taruhan. Tidak banyak yang bisa mereka buat selama bertahun-tahun. Pasrah menerima keadaan jadi satu-satunya jalan sambil sesekali meminta bantuan dan secara bergotong royong memadamkan api.

Sungguh kehidupan yang tidak disangka akan dialami oleh Edi Susanto. Pria yang tahun ini genap berusia 38 tahun itu sebenarnya memiliki mimpi untuk memperbaiki kehidupannya ketika memutuskan untuk tinggal di desa Muara Medak. Tapi apa daya justru pertempuran dengan api dan asap harus dihadapinya setiap tahun.

Sudah lama Edi dan warga lain kerap dikalahkan oleh api dan asap. Jarang sekali mereka merasakan momen kemenangan. Kalau sudah begitu mereka hanya bisa pasrah “menikmati” kepulan asap yang mereka hirup.

Harapan untuk bisa merasakan momen kemenangan saat bergulat dengan Si Jago Merah akhirnya ada ketika inisiatif pembentukan Regu Peduli Air (REPAIR) dimulai. Melalui strategi Sekat Kanal dan Sekat Bakar kini Edi dan 30 kepala keluarga lainnya yang tergabung dalam REPAIR boleh percaya diri.

Sekat kanal merupakan mekanisme pencegahan Karhutla melalui pembuatan kanal yang memanjang untuk mencegah jilatan api menjalar ke hutan atau lahan dekat kawasan pemukiman. Bersama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang, REPAIR membangun 16 unit Sekat Kanal Terpal. Ini jadi salah satu inovasi terbaru yang terbukti sangat membantu warga menghalau api. Dengan menggunakan terpal sebagai alas kanal, permukaan air bisa dijaga ketinggiannya dalam waktu cukup lama tidak cepat terserap tanah dan habis. Ini tentu menghasilkan efisiensi waktu dan biaya bagi masyarakat karena tidak perlu harus sering lakukan pemantauan. Selain Sekat Kanal Terpal dibangun juga Sekat Kanal permanen.

Menurut Edi konsep Sekat Kanal Terpal ini sangat menarik karena dengan konsep ini menggunakan pendekatan yang berbeda. Pencegahannya jadi kunci karena REPAIR bukanlah pengendali api yang datang ke satu titik kebakaran lalu memadamkannya, melainkan lebih ke menjaga ketersediaan air di lahan gambut yang mudah terbakar.

“Konsepnya bukan ada api baru dipadamkan. Jadi sebelum kemarau datang kita lihat tinggi muka air. Kalau air dibawa 40cm kita harus bertindak agar tidak terus turun airnya,” ujar Edi.

Selain Sekat Kanal, dikembangkan juga Sekat Bakar. Metode ini khusus untuk menghalau api di lahan gambut dengan memanfaatkan tanaman yang sulit untuk terbakar seperti Nanas, Jelutung dan Pinang. Selain bisa menghambat jalaran api tanaman-tanaman tersebut juga bernilai ekonomi. Hingga kini sudah 2 ha lahan yang dimanfaatkan untuk ditanami Nanas dengan harga untuk satu buah berkisar antara Rp1.500 sampai Rp2.500. Luasan itu ditargetkan akan terus bertambah. “Kita sih niat kalau bisa jadi 8 ha untuk tanam Nanas. Jadi yang 2 ha sekarang nanti kita bisa produksi bibit sendiri, jadi bisa kurangi ongkos,” ujar Edi semangat.

Sumber : PHE Jambi Merang

Kerja keras REPAIR dengan Sekat Kanal Terpal dan Permanen terbukti efektif yang ditunjukkan dengan berkurangnya luasan lahan yang mengalami kebakaran. Berdasarkan data PHE Jambi Merang berdasarkan pemetaan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat, luas area yang terbakar tahun 2015 mencapai 250 hektar (ha) dan pada tahun 2019 mampu ditekan menjadi hanya 5 ha.

Inisiatif menggalakan REPAIR bersama dengan Sekat Kanal dan Sekat Bakar merupakan bagian dari program Perhutanan Sosial Inovatif Berbasis Agroforestry. Program ini dimulai pada tahun 2017 di Dusun VII, Desa Muara Medak, Kec. Bayung Lencir, Kab. Musi Banyuasin, Prov. Sumatera Selatan, merupakan Sinergisitas pengelolaan GAPOKTAN Berkah Hijau Lestari, dan kelompok PKK Dusun VII, Desa Muara Medak serta melibatkan masyarakat Suku Anak Dalam (SAD).

Tugas anggota REPAIR tidak melulu berkutat menjaga wilayah mereka terbebas dari kobaran api dan asap. Selain bercocok tanam sekaligus membuat Sekat Bakar, para tani yang juga tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Berkah Hijau Lestari punya kegiatan lain yakni beternak ayam dan bebek. Kini mereka menjadi salah satu pemasok utama kebutuhan daging ayam dan bebek di sekitar wilayah desa Muara Medak. PHE Jambi Merang memberikan bantuan bibit ayam dan bebek masing-masing 500 ekor setelah berjalan dua tahun ini sudah bisa menghasilkan beberapa kali siklus panen. “Biasanya kalau tidak kita pasarkan di sekitar nanti ada juga yang datang ke kita,” cerita Edi.

Ayam diternakan oleh REPAIR (Foto/Dok/Dunia Energi)

Usaha ternak ayam dan bebek jadi salah satu upaya PHE Jambi Merang, agar para anggota REPAIR mempunyai variasi kegiatan sekaligus menjaga antusiasme anggota untuk tetap berperan dalam REPAIR. Ragam usaha lain juga dirintis misalnya Usaha Produksi Kompos Organik Terdapat 1 Demplot Tanaman Dapur dan TOGA, Pelatihan Budidaya Tanaman Hortikultura (Cabe-Kunyit, dll) serta Pengendalian Hama Terpadu, pelatihan kesehatan masyarakat, pemanfaatan pelepah sawit untuk kerajinan rumah tangga berupa piring lidi terbuat dari pelepah daun kelapa sawit, pembentukan kelompok Keramba Jaring Apung (KJA) serta  pendidikan anak warga SAD secara berkelanjutan.

Untuk piring lidi bisa dijual seharga Rp80 ribu – Rp 100 ribu per lusin. Ibu-ibu atau istri dari REPAIR yang membuatnya mengaku mendapatkan banyak pesanan dari para pengusaha catering setempat.  Sementara untuk pendidikan anak warga SAD kini sudah berjalan dengan sangat baik. “Ada yang sudah sampai MTS sekarang,” ujar Edi.

Konsep Perhutanan Sosial Inovatif Berbasis Agroforestry (Hunian Asry) yang diusung PHE Jambi Merang merupakan katalis yang rencananya bakal dikembangkan di desa Muara Medak. Itu bukanhal mustahil karena saat ini Gapoktan Berkah Hijau Lestari membawahi 14 Kelompok Tani Hutan (KTH) yang total keseluruhan anggotanya mencapai 879 petani.

Edi menjelaskan REPAIR yang ada saat ini juga beranggotakan dari dusun lainnya sehingga nanti perwakilan dusun tersebut bisa menularkan ilmu beternak, cocok tanam maupun Sekat Kanal Terpal ke warga di dusun lainnya. “Jadi mereka sengaja juga kita undang jadi anggota supaya ini nanti bisa jadi agen-agen kita sebarkan ilmu yang kita dapat,” kata Edi.

Sementara itu Arif Suryo, Field Relation PHE Jambi Merang, menceritakan program Perhutananan sosial ini memang berangkat dari kondisi Karhutla yang sering menganggu atau bahkan mengancam masyarakat. Apalagi dusun VII juga dihuni oleh SAD sehingga bisa sekaligus menjadi pengembangan program pemberdayaa masyarakat SAD. “Jadi ini program modifikasi tanpa kita tinggalkan SAD. Fokusnya memang mitigasi Karhutla tapi kita buatkan juga ada jual ayam bebek, peternakan ikan, tanaman TOGA, pupuk kompos sampai peningkatan potensi desa sepert piring lidi dari pelepah pohon Kelapa Sawit,” ujar Arif.

Handri Ramdhani, Manager  Relation and CID Pertamina Hulu Rokan Regional I Pertamina, memastikan program di desa Mekar Medak bakal terus berkembang dan tidak berhenti sampai di upaya mitigasi Kerhutla. Menurutnya masyarakat juga perlu diberikan dukungan untuk bisa melanjutkan kehidupannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Untuk itu selanjutnya yang akan menjadi fokus adalah dari sisi pemasaran usaha ternak ayam dan bebek serta pengembangan dari produk Sekat Bakar.

Setelah berjalan lebih dari dua tahun beberapa program kata Handri sudah menunujukkan perkembangan cukup baik sehingga sudah bisa beralih ke tahap selanjutnya. Manajemen Pertamina kata dia memang sengaja memantau terlebih dulu konsistensi masyarakat yang terlibat. Karena ketika sudah ditingkatkan dari segi pemasaran maka mau tidak mau pasokannya harus selalu siap.

“Untuk ayam pemasarannya harus diperbaiki Nanas jadi produk jadi pengemasannya. Piring Lidi juga harus diperbaiki pemasarannya,” ujar Handri.