JAKARTA – Kabar tidak sedap muncul dibalik penggantian direksi PT Pertamina (Persero) baru – baru ini. Gandhi Sriwidodo, pekan lalu secara mendadak dicopot dari kursi direktur logistik supply chain dan infrastruktur (LSCI). Menurut sumber Dunia Energi, ada tekanan oknum eksternal perusahaan dalam pencopotan Gandhi terkait rencana pengembangan bisnis perkapalan Pertamina. Direktorat LSCI dibawah Gandhi dinilai terlalu agresif dalam menyusun program kepemilikan kapal Pertamina.

Pertamina memiliki program untuk membangun armada kapalnya sendiri, sehingga tidak lagi bergantung terhadap pihak lain dalam kegiatan logistik.

“Banyak owner kapal yang khawatir,” kata sumber kepada Dunia Energi, Senin (30/12).

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communicatioin Pertamina saat dikonfirmasi membantah adanya isu tersebut. Dia menuturkan bahwa pergantian direksi Pertamina murni wewenang para pemegang saham, dalam hal ini pemerintah yang diwakili Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Terkait pergantian pak Gandhi tidak ada isu lain. Seluruh program LSCI telah dijalankan secara optimal pada 2019,” kata Fajriyah kepada Dunia Energi, Senin.

Menurut Fajriyah, tidak ada tekanan apapun bagi manajemen dalam menjalankan programnya sepanjang 2019 terutama dalam pembangunan infrastruktur energi dalam rangka kehandalan distribusi telah berjalan baik dengan diselesaikannya penambahan storage di 21 Terminal BBM (TBBM), kemudian diselesaikannya pembangunan delapan terminal LPG.

“Tujuh DPPU termasuk pembangunan di kawasan timur Indonesia serta penambahan dua kapal milik Pertamin,” kata Fajriyah.

Untuk bisnis perkapalan Pertamina di bawah Gandhi sebenarnya sudah menjalin kerja sama dengan dengan salah satu perusahaan pengapalan tertua dan terbesar di dunia asal Jepang, yakni Nippon Yusen Kaisha (NYK) melalui anak usahanya PT Pertamina Internasional Shipping (PIS).

Kerja sama itu merupakan awal dari kemandirian PIS sebagai anak perusahaan Pertamina yang bergerak dalam bisnis transportasi energi.

Fajriyah mengatakan, ke depannya PIS harus memiliki ship management yang baik serta armada perkapalan sendiri guna mendukung aktivitas bisnis Pertamina secara keseluruhan.

Selain itu Gandhi pernah mengungkapkan bahwa untuk memperkuat keandalan logistik, Pertamina menyiapkan US$1 miliar hingga 2026 yang disiapkan untuk penyediaan armada kapal sehingga Pertamina menguasai setidaknya 50% kapal-kapal pengangkut minyak dari lapangan migas ataupun kilang.

Gandhi saat itu mengatakan peningkatan armada menyesuaikan peningkatan kebutuhan BBM ataupun minyak mentah yang harus diangkut. “Kalau dulu crude domestik diekspor, sekarang kan diserap. Sekarang kan selalu nambah,” katanya.

Penguasaan 50% kapal, tidak semuanya dimiliki Pertamina, tetapi juga menggunakan skema built – operate – transfer (BOT), equity ataupun kerja sama lainnya.
Selain peningkatan kapasitas kilang pada 2026, Pertamina juga mengantisipasi tambahan produksi migas yang hadir dari Blok Rokan.(RI)