JAKARTA – Proses pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter mineral PT Freeport Indonesia terus berlangsung dan berpotensi akan semakin masif seiring kucuran pinjaman eksternal. Bahkan Freeport mengklaim segera mengantongi pendanaan eksternal tersebut.

Riza Pratama, Juru Bicara Freeport Indonesia, mengatakan pembahasan pinjaman dengan para lenders (perbankan) sudah memasuki tahap akhir. “Dalam waktu dekat ada signing,” kata Riza di Jakarta, Senin (18/11).

Pembangunan smelter konsentrat tembaga Freeport berlokasi di Gresik, Jawa Timur berkapasitas dua juta ton. Sindikasi perbankan dalam dan luar negeri yang bakal membiayai pembangunan smelter tersebut. Smelter Freeport membutuhkan dana investasi sekitar US$2,7 miliar.

Desain smelter yang dibangun kini terintegrasi dengan fasilitas pemurnian anoda slime. Kapasitas smelter anoda slime itu mencapai 6.000 ton. Penambahan fasilitas anoda slime membuat investasi smelter membengkak menjadi US$2,7 miliar dari sebelumnya US$2,1 miliar. Dalam pembangunan smelter anoda slime itu, PT Smelting menjadi pemasok anoda slime sekitar 2.000 ton. Anoda slime merupakan produk samping dari pemurnian konsentrat tembaga. Sejak awal 2017 lalu, anoda slime masuk dalam jenis mineral yang harus dimurnikan di dalam negeri. Oleh sebab itu diberi waktu hingga 2022 untuk menyelesaikan smelter.

Sambil menunggu kepastian pinjaman, Riza memastikan bahwa pembangunan smelter terus berjalan. Hal itu dilakukan lantaran pemerintah terus mengawasi progres pembangunan smelter yang dievaluasi setiap enam bulan.

Menurut Riza, pembiayaan smelter sampai saat ini masih ditopang dari dana internal. “Pendanaan sementara masih dari Freeport,” ujarnya.

Wakil Direktur Utama Freeport Orias Petrus Moedak sebelumnya menuturkan besaran pinjaman yang diharapkan nantinya dapat membiayai seluruh proyek. Namun dia belum bisa membeberkan tenor pinjaman tersebut lantaran masih disimulasikan. “Kami enggak punya pinjaman sekarang. Balance sheet clean,” ujarnya.

Orias menuturkan pendanaan dari lembaga perbankan ini harus mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam hal ini PT Inalum (persero). Permohonan itu akan disampaikan setelah mendapatkan kepastian lembaga perbankan yang akan membiayai. Dia menyakini pemegang saham akan menyetujui lantaran dengan skema pinjaman itu tidak perlu menyuntikkan dana untuk pembiayaan smelter. Namun dia menyebut pemegang saham tetap andil dalam pembayaran bunga pinjaman. “Pinjaman US$3 miliar itu dari sindikasi perbankan. Tidak satu bank,” kata Orias.(RI)