JAKARTA – Pembahasan revisi Undang-Undang Migas dinilai mengalami kemunduran lantaran DPR justru melempar bola kepada pemerintah. Hal ini tentu makin membuat kelangsungan industri migas tidak punya masa depan cerah.

Faisal Basri, Ekonom Senior Universitas Indonesia menilai UU Migas bahkan akan disusul pembahasannya oleh UU Energi Baru Terbarukan (EBT). Sayangnya bukan murni semangat EBT yang membuat hal itu terjadi melainkan ada kepentingan besar oligarki yang bermain.

Menurut Faisal, dalam industri migas Indonesia saat praktis sudah tidak ada lagi kepentingan oligarki bermain, pasalnya perusahaan swasta nasional yang besar saja bisa dihitung dengan jari. Praktis hanya Medco yang bisa dikatakan perusahaan migas nasional yang bersanding dengan PT Pertamina (Persero).

Dia menilai Komisi VII terlihat menganggap UU Migas tidak lagi penting, tidak seperti UU Minerba yang proses pembahasannya sangat cepat, karena untuk mengakomodir para taipan raksasa.

“Saya heran tadinya di DPR tapi digocek ke pemerintah dari nol lagi. UU Migas oilgarki tidak banyak, migas cuma ada pak Arifin Panigoro (Medco) saja, tinggal beberapa yang berkepentingan pengusaha migas nasional swasta udah pada rontok,” kata Faisal dalam diskusi virtual, Sabtu (29/8).

Lain hal dengan UU EBT, menurut Faisal saat ini ada banyak pihak yang sedang mengincar uang negara dengan embel-embel memajukan EBT. Biodiesel kata dia akan terus didorong pemanfaatanya tapi sayang, dibalik itu ternyata kepentingan perusahaan yang membackup industri biodiesel lebih besar.

“Kalau UU EBT ada subsidi, Sinar Mas dan lainnya dibelakangnya,” ujarnya.

Menurut Faisal, pelaku usaha butuh legalitas untuk mendapatkan subsidi. Seperti diketahui dana subsidi sawit melalui iuran dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan segera habis pada September nanti.

“Kalau dilihat dari pelalu dana sawit hanis September supaya biofuelnya suntikan dana harus ada unsur legal yang memasukan subsidi ini di APBN kalau sekarang karena APBN darurat. Oleh karena itu pasalnya nanti untuk memajukan EBT negara wajib dukung sektor ini. Pertama subsidi di APBN, semakin murah harga minyak semakin tinggi subsidi,” ungkap Faisal

Tidak hanya itu untuk memastikan kebutuhan biodiesel maka perlu ada kepastian dari sisi pasokan Crude Palm Oil (CPO) ini nantinya akan mendorong pencabutan moratorium kebun kelapa sawit.

“Mereka butu lahan ,perlu cabut moratorium, ketiga mereka ingin peroleh super tax holiday 25 tahun ini harus ada dukungan legislasi ini rekaan saya tapi itu penjelasan yang memungkinkan EBT harus didahulukam disegerakan untuk berdampingan Omnibus Law, UU Minerba aja sudah,” kata dia.

Kalahnya prioritas UU Migas terlihat dari target penyelesaian UU di DPR. Kini Komisi VII justru mengedepankan pembahasan UU EBT.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR,  mengatakan UU EBT menjadi prioritas karena sudah menjadi proglegnas.

Dengan proyeksi bauran energi ke depan maka menurut dia wajar tata kelola EBT lebih diutamakan.

“Kami di komisi VII dalam tahun sidang ini memastikan pertama menuntaskan undang-undang energi baru terbarukan karena sudah jadi prolegnas utama,” kata Sugeng.(RI)