JAKARTA– PT Adaro Energy Tbk (ADRO), emiten pertambangan batu bara, masih bisa mempertahankan kinerja positif sepanjang 2020 kendati banyak tantangan yang dihadapi. Kendati turun secara tahunan (year-on-year/yoy), pendapatan dan laba yang diraih Adaro sepanjang tahun lalu mencerminkan resiliensi model bisnis terintegrasi perusahaan yang berfokus pada efisiensi dan keunggulan operasional di seluruh lini bisnis.

Sepanjang 2020, Adaro membukukan pendapatan usaha US$2,53 miliar, turun 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya (yoy) karena penurunan 18 persen pada harga jual rata-rata (average selling price/ASP) dan penurunan 9 persen pada volume penjualan. Adaro mencatat penurunan 6 persen pada volume produksi menjadi 54,53 juta ton, sedikit lebih tinggi daripada panduan 2020 yang direvisi menjadi antara 52-54 juta ton.

Sementara itu, laba tahun berjalan Adaro yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2020 mencapai US$146,93 juta. Nilai laba bersih itu anjlok 63,65 persen (yoy) dibandingkan laba bersih 2019 sejumlah US$404,19 juta. Sementara itu, laba inti Adaro mencapai US$405 juta, atau turun 36 persen secara tahunan akibat penurunan profitabilitas. Laba inti dihitung dengan tidak memasukkan komponen akuntansi nonoperasional setelah pajak.

“Meskipun harus menghadapi banyak tantangan, mulai dari pandemi COVID-19 hingga cuaca yang tidak mendukung, kami mampu memenuhi panduan produksi batubara dan EBITDA operasional yang telah direvisi,” kata Presiden Direktur dan Chief Executive Officer (CEO) Adaro Energy Garibaldi Thohir, dalam keterangan resmi, Kamis (4/3).

Garibaldi mengatakan Adaro tetap fokus meningkatkan keunggulan operasional, pengendalian biaya, dan efisiensi, serta melanjutkan eksekusi terhadap strategi demi kelangsungan bisnis.

Sepanjang 2020, EBITDA operasional Adaro tercatat berhasil melampaui target. Adaro Energy membukukan EBITDA operasional US$883 juta, turun 27 persen dibandingkan 2019 yang sebesar US$1,2 miliar. Meski demikian, capaian EBITDA itu lebih tinggi dari panduan 2020 hasil revisi yang sebesar antara US$600-800 juta.

Saudara kandung Menteri BUMN Erick Thohir itu menambahkan kondisi makro dan industri yang sulit akibat pandemi COVID-19 memberikan tekanan yang besar terhadap permintaan batu bara dan harga emas hitam itu pada 2020.

Di sisi lain, perusahaan berhasil menurunkan beban pendapatan 21 persen secara tahunan menjadi US$1,95 miliar, sebagai hasil penurunan nisbah kupas maupun harga bahan bakar. Nisbah kupas tahun ini mencapai 3,84 kali atau di bawah panduan yang ditetapkan sebesar 4,3 kali, karena kondisi cuaca yang tidak mendukung pada hampir sepanjang 2020.

Beban usaha Adaro juga turut terpangkas 29 persen menjadi US$165 juta dibandingkan dengan US$233 juta tahun sebelumnya (yoy). Hal ini terutama akibat penurunan 45 persen pada beban penjualan dan pemasaran, serta penurunan 44 pesen pada biaya profesional. (RA)