JAKARTA – Kehadiran trading arm baru PT Pertamina (Persero), yakni Pertamina International Marketing and Distribution Pte Ltd (PIMD) di Singapura dinilai kurang tepat. Posisi trading arm justru akan menambah biaya yang bisa timbul dari proses pengadaan.

Dwi Soetjipto, mantan Direktur Utama Pertamina yang saat ini menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan kehadiran trading arm justru akan menganggu target Pertamina untuk mengedepankan efisiensi.

“Saya kira untuk meningkatkan efisiensi mestinya jangan ada second mind jangan ada perantara. Fungsinya harusnya proses bisa langsung,” kata Dwi ditemui di Kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (10/10).

Dwi Soetjipto merupakan direktur utama Pertamina saat Pertamina Energy Trading Limited atau Petral dibekukan dari segala aktivitasnya pada Mei 2015.

Manajemen Pertamina saat ini menegaskan PIMD dibentuk untuk menangkap peluang bisnis pasar bunker Asia Tenggara, terutama di Singapura. Shipping company di Singapura lebih memilih membeli bunker dari perusahaan Singapura, karena terkait dengan tax refund. Sehingga untuk menjangkau pasar bunker di sana, Pertamina harus membentuk perusahaan di Singapura.

Ke depan, PIMD juga menggarap peluang penjualan produk lainnya langsung ke end customer di pasar internasional dengan membangun bisnis ritel dalam rangka memperkenalkan brand Pertamina secara global. PIMD juga diproyeksikan untuk dapat memasuki pasar penjualan bahan bakar ritel dan LPG di wilayah regional yakni Filipina, Thailand dan Myanmar.

Namun fungsi PIMD tidak hanya memasarkan produk Pertamina atau melakukan penjualan produk pihak ketiga lainnya ke pasar internasional. PIMD ternyata diperbolehkan untuk melakukan pengadaan ke Pertamina melalui tender yang sekarang biasa dilakukan oleh Integrated Supply Chain (ISC).

Heru Setiawan, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko (PIMR) mengatakan PIMD bukan penerus trading arm, Pertamina terdahulu yakni Petral. Jika Petral dulu bisa langsung melakukan pengadaan produk minyak dan gas maka PIMD harus melalui tahapan tender.

“Kalau Petral kan dia melakukan procurement untuk kebutuhan Pertamina, kalau dia (PIMD) tidak. Kalau dia mau masuk (pengadaan) dia harus ikutan tender yang dilakukan oleh ISC. Jadi dia tidak dikasih otorisasi untuk melakukan procurement pengadaan, beda sama Petral,” kata Heru.(RI)