JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat memberikan respons positif atas perubahan perilaku pemilik kendaraan bermotor dalam menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dari premium ke pertalite atau pertamax. Sikap masyarakat ini dinilai wajar karena menghendaki BBM berkualitas dengan indikasi kadar oktan tinggi ( RON 90 atau 92) dibandingkan premium yang kadar oktannya rendah (RON 88).
Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, mengatakan peningkatan konsumsi pertalite dan pertamax dibandingkan premium sangat positif. Hal ini mengindikasikan daya beli masyarakat meningkat dan makin sadar pentingnya kualitas BBM yang lebih baik. Di luar itu, perubahan perilaku ini juga menunjukkan bahwa kesadaran lingkungan telah meningkat untuk mengurangi emisi bahan bakar.
“Berkurangnya penjualan premium di SPBU juga karena permintaan berkurang. Maka wajar bila mereka mengurangi pasokan. Pertamina pun tidak salah karena ini menyesuaikan dengan permintaan masyarakat yang turun,” ujar Harry.
Menurut Harry, kalau premium berkurang otomatis Pertamina harus menyesuaikan pasokannya agar lebih efisien. Hal itu juga tidak menyalahi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. Pertamina sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) mendapat penugasan untuk mendistribusi BBM jenis tertentu.
Selain itu, perpres tersebut juga mengatur tentang harga jual eceran. Namun, tidak diatur tentang kuota. Perpres hanya menyebutkan besarnya alokasi volume penugasan dan pendistribusian jenis BBM khusus penugasan ditetapkan oleh Badan Pengatur.
Satya W Yudha, Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar, membenarkan bahwa pemindahan konsumsi premium ke pertalite atau pertamax jika didorong kesadaran masyarakat terhadap BBM berkualitas.“Kalau nozzle premium yang dikurangi tidak ada masalah, apalagi itu ditunjang dengan kesadaran masyarakat yang menginginkan bensin dengan kualitas lebih bagus,” kata Satya.
Data penyaluran BBM pada periode Agustus 2016 yang sebelumnya dirilis PT Pertamina (Persero) menunjukkan pertalite saat ini telah mengambil porsi sebesar 20,5% dari total konsumsi BBM dengan capaian sebesar 20 ribu kiloliter (kl) per hari atau naik 462% dari konsumsi Januari 2016 sebanyak 4.500 kl.Kenaikan konsumsi juga dialami pertamax, mencapai 15,8% dengan penyerapan sekitar 15 ribu kl per hari atau naik 226% dari konsumsi pada Januari 2016 yakni 5.000 kl.
Sementara itu, penyaluran BBM jenis premium turun 13% dari 70 ribu kl perhari pada awal 2016 menjadi 56 ribu kl atau 63,4% dari total konsumsi BBM.Pertamina menegaskan konsistentensinya untuk menyediakan BBM jenis premium sesuai dengan permintaan masyarakat. Apalagi kebijakan penyaluran dan distribusi premium merupakan penugasan yang diamanatkan negara kepada Pertamina.
“Meskipun penjualan pertalite dan pertamax terus meningkat, Pertamina tetap konsisten menyiapkan premium,” tegas Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.
Menurut Wianda, Pertamina akan selalu berkoordinasi dengan Direktorat Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait penyaluran premium dan kondisi di lapangan. Namun, dia menambahkan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 saat ini tidak ada lagi kuota BBM penugasan yang mengikat. Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM telah menetapkan penugasan distribusi BBM jenis tertentu kepada Pertamina.
“Kembali lagi kita harus mengacu kepada permintaan masyarakat tapi tetap saja premium harus tetap disediakan di beberapa SPBU yang memang masih ada konsumsinya oleh sebagian masyarakat,” tandas Wianda. (RA/RI)
Komentar Terbaru