JAKARTA – Pemerintah membuka opsi untuk memberikan insentif pajak bagi pelaku usaha yang bersedia mengembangkan hilirisasi batu bara seperti Dimethyl Ethet (DME).

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),  mengatakan saat ini skema insentif sedang intensif dibahas pemerintah. Ia berharap pemberian insentif nantinya bisa ikut mendorong percepatan hilirisasi melalui gasifikasi batu bara.

Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah pengurangan kewajiban pembayaran royalti bagi para pelaku usaha.

“Kami pikirkan royalti batu bara bisa diringankan,” kata Arifin di Jakarta, Kamis (9/1).

Sejauh ini pengembangan DME masih sangat minim, padahal berbagai penelitian sudah dilakukan. DME diproyeksikan untuk menggandeng peran LPG yang sebagian besar dipenuhi dari impor.

Hingga kini baru PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang menggandeng PT Pertamina (Persero) serta beberapa perusahaan lain, baik dalam maupun luar negeri yang sedang mengembangkan DME.

Jika DME bisa menggantikan propana dan butana (bahan LPG), maka ditargetkan dapat mengurangi impor LPG. Berdasarkan data Kementerian ESDM dari sekitar rata – rata 6,7 juta-6,8 juta ton konsumsi LPG nasional, 70% berasal dari impor.

Feasibility study hilirisasi batu bara, terutama untuk memproduksi DME telah dilakukan. Bukit Asam bersama dengan  Pertamina menggandeng Air Products yang memiliki hak paten teknologi pengolahan batu bara menjadi DME.

Kerja sama tersebut untuk mewujudkan pabrik gasifikasi di Peranap, Provinsi Riau dengan kapasitas 400 ribu ton DME per tahun dan 50 mmscfd SNG yang ditargetkan rampung pada 2022.

Batu bara sendiri dijamin akan cukup untuk kegiatan pengembangan DME. Apalagi dengan adanya DME maka serapan batu bara dalam negeri juga akan meningkat.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal  Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, mengatakan pengurangan pajak menjadi insentif yang paling memungkinkan untuk diterapkan.

“Masih dipikirkan taxnya apa untuk insentif, bisa saja (royalti rendah),” kata Bambang.(RI)