JAKARTA – Salah satu faktor pendorong bagi pelaku usaha untuk menggelontorkan investasi dalam pencarian cadangan migas guna meningkatkan produksi adalah adanya kepastian dalam kontrak yang mana menurut pelaku usaha tidak dirasakan saat berbisnis di Indonesia saat ini.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM, mengungkapkan salah satu yang dinilai investor dalam berinvestasi adalah kesucian kontrak. di Indonesia hal itu belum bisa diwujudkan lantaran para pelaku usaha harus menjalin kesepakatan legal dengan lembaga sementara atau task force.

“Isu kelembagaan, mohon ini bisa diselesaikan sehingga kami mempunyai landasan yang kuat tidak seperti saat ini masih gunakan istilah task force,” kata Tutuka di komplek parlemen, Rabu (8/6).

Saat ini kontraktor migas memang harus berkontrak dengan lembaga sementara yakni Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) yang dibentuk pasca keputusan Mahkamah Konstitutsi (MK) yang menganulir beberapa pasal dalam UU Migas No 22 Tahun 2001. Dalam keputusanya MK membubarkan BP Migas dan pemerintah harus menetapkan lembaga baru. Namun hingga kini putusan tersebut belum juga terealisasi.

Selain itu menurut Tutuka hal yang juga tidak kalah penting belum adanya ketentuan pasti mengakomodasi permasalahan perizinan yang jadi masalah lama namun tidak kunjung terselesaikan. “Perizinan juga demikian, belum ada landasan yang kuat di UU,” kata Tutuka

Tutuka berharap revisi UU Migas bisa segera terealisasi sehingga ada kepastian dalam kontrak yang diinginkan para pelaku usaha. “Memang penting sekali yang disebut legal sanctity tadi bahwa regulasi memang seharusnya bisa dipegang,” ungkap dia.

Sambil menunggu revisi UU Migas, pemerintah kata Tutuka terus bermanuver guna meraih kembali kepercayaan pelaku usaha untuk berinvestasi. Salah satunya adalah dengan mengubah aturan main bagi hasil di kontrak-kontrak blok migas yang baru.

“Kita telah mulai dengan perbaikan Term and Condition (TNC) pada saat ini. Kita mengubah split untuk WK baru yang beresiko kompleks 50 pemerintah dan 50 kontraktor. Dan ini akan berlaku untuk WK pemenang baru yang di utara Bali dan utara Lombok dan wk agung I,” jelas Tutuka.

Menurut Tutuka, TNC tersebut juga dilandasi UU Migas dan ini sangat drastis perubahannya untuk iklim investasi hulu migas.

“Dua hal subtansial yang perlu untuk merubah wajah indonesia pertama adalah pemberlakuan kembali assume and discharge sehingga KKKS tidak perlu membayar PPN dan PPH,” ujar Tutuka. (RI)