JAKARTA – Pemerintah akhirnya buka suara secara tegas membantah adanya ekspor bijih nikel sepanjang 2020 meskipun telah ada larangan. Keyakinan pemerintah tersebut berdasarkan koordinasi lintas kementerian yang dilakukan baru-baru ini.

Ridwan Djamaluddin, Dirjen MIneral dan Batu bara (Minerba), mengungkapkan pertemuan dengan beberapa kementerian dan stakeholder dilakukan untuk mengklarifikasi isu yang beredar di tengah masyarakat perihal adanya kegiatan ekspor nikel pada 2020.

“Benar kami lakukan rapat dengan kementerian dan lembaga terkait. kami lakukan rapat sesuai arahan pimpinan untuk klarifikasi info yang beredar di luar, tentang adanya kemungkinan impor bijih nikel di Tiongkok dari Indonesia,” kata Ridwan, dalam konferensi pers virtual, Selasa (26/10).

Dia menegaskan dalam rapat tersebut seluruh Kementerian dan stakeholder terkait mengkonfirmasi tidak ada pengiriman nikel ke China.

“Dari rapat yang dihadiri kementerian dan lembaga terkait tidak ada satu pun kementerian yang mengkonfirmasi adanya impor bijih nikel di Tiongkok. Satu-satunya info yang sedang kami konfirmasi ulang informasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok adalah bea cukai Tinngkok mencatat adanya impor bijih nikel dan konsentrat nikel,” ungkap dia.

Ridwan menuturkan dalam sistem di Tiongkok untuk bijih nikel dan konsentrat HS nomornyanya sama sehingga belum pasti apa yang diimpor konsentrat atau bijih nikel.

“Ini sedang kami klarifikasi dan konfirmasi melalui Kedubes Indonesia di sana. dan bisa kami tegaskan tidak ada yang kecolongan per hari ini,” tegas Ridwan.

Sebelumnya, Faisal Basri, ekonom senior dari Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa pemerintah telah kecolongan karena meskipun adanya larangan, toh nikel ore yang jelas-jelas diwajibkan untuk diolah dulu di dalam negeri ternyata masih bisa dinikmati oleh industri di China.

“Pada 2020 pemerintah melarang ekspor, berdasarkan data BPS tidak ada ekspor untuk kode HS 2604. Tapi, General Customs Administration of China mencatat pada tahun kemarin masih ada 3,4 juta ton impor dari indonesia dengan nilai jauh lebih tinggi dari 2014 sebesar US$193,6 juta atau setara Rp2,8 triliun dengan kurs tahun 2020 Rp14,577 per dolar AS,” kata Faisal. (RI)