JAKARTA – PT Freeport Indonesia sudah mengajukan permohonan untuk memundurkan target penyelesaian pabrik fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Freeport beralasan permohonan kelonggaran karena pandemi Covid-19 yang membuat pembangunan terhambat.

Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM  yang baru saja dilantik merespon singkat terhadap permohonan tersebut. Menurut Ridwan tidak ada hubungan pandemi dengan kemunduran target smelter.

“Hubungannya pembangunan smelter sama Covid apa ya?” kata Ridwan ditemui di Kementerian ESDM, Senin (8/10).

Ridwan mengungkapkan akan meminta detail terkait permohonan Freeport tersebut dalam waktu dekat. “Nanti akan coba kami bahas detail dulu,” tukas dia.

Ridwan menegaskan Freeport harus patuh untuk urusan hilirisasi terhadap aturan yang ada yang merupakan kewajiban dari para perusahaan tambang.

Freeport sebelumnya sudah mengajukan izin memundurkan target penyelesaian proyek smelter di Gresik kepada pemerintah selama satu tahun. Padahal Freeport telah berjanji kepada pemerintah untuk menyelesaikan proyek smelter pada 2023. Janji tersebut merupakan bagian dari kesepakatan yang membuat Freeport  diberikan perpanjangan kontrak hingga  2041.

Pada April 2020, Freeport-McMoRan Inc, salah satu pemegang saham Freeport Indonesia menyatakan rencana untuk menunda pembangunan smelter. Ini juga ditunjukkan dengan dipangkasnya anggaran belanja modal (capital expenditure/capex), termasuk untuk proyek smelter di Indonesia.

Richard Adkerson, President & Chief Executive Officer Freeport-McMoRan, mengatakan pengerjaan proyek smelter mengalami masalah supply chain dan keterlambatan lantaran pembatasan pekerja di lokasi pembangunan di Gresik.

“Kami sudah memberitahu pemerintah terkait keterlambatan ini. Kami sedang berdiskusi untuk memperpanjang batas waktu (penyelesaian) smelter yang disepakati di Desember 2023,” kata Adkerson.

Kathleen Quirk, Executive Vice President & Chief Financial Officer Freeport McMoran, menambahkan secara global, Freeport memangkas modal belanja hingga US$800 juta menjadi hanya US$2 miliar menyusul pandemi Covid-19. Pemangkasan anggaran belanja, termasuk di Indonesia sebesar US$200 juta. “Sekitar setengahnya karena pengerjaan upgrading mill yang kami tunda satu tahun lantaran pandemi dan pembatasan kontraktor internasional. Kami juga mengurangi pengeluaran terkait proyek smelter menyusul keterlambatan proyek dan adanya diskusi dengan pemerintah,” ungkap Quirk.

Pada Februari 2020, atau sebelum pandemi Covid-19, Tony Wenas, Presiden Direktur Freeport mengklaim konstruksi smelter sudah dilakukan sejak Agustus 2019. Progress pembangunan secara keseluruhan baru 4,88%, yakni proses pemadatan lahan yang ditargetkan memakan waktu tiga bulan.

Freeport membutuhkan dana sekitar US$3 miliar untuk pembangunan smelter di Gresik. Namun sebagian besar kebutuhan dana tersebut didapatkan dari eksternal. Pabrik smelter milik Freeport Indonesia, rencananya berkapasitas dua juta ton konsentrat dan akan menghasilkan sekitar 500 ribu hingga 600 ribu ton katoda tembaga. Selain itu, pabrik pemurnian tersebut juga akan menghasilkan 40 ton emas per tahun. Freeport sudah memastikan bahwa pembangunan smelter tersebut akan dilakukan di JIPE, Manyar, Gresik.(RI)