JAKARTA – Kegiatan eksplorasi menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan  kontraktor minyak dan gas, termasuk yang mengelola lapangan produksi. Hal ini bukan hanya sekadar dorongan dari pemerintah yang gencar menggenjot kegiatan eksplorasi akan tetapi sudah menjadi kewajiban untuk menjaga kondisi reservoir dan produksi di suatu blok itu sendiri.

Bij Agarwal, Pelaksana Tugas Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), mengungkapkan eksplorasi pasti menjadi fokus sebuah perusahaan karena dengan itu maka ada keberlanjutan produksi. Hal itu merupakan keharusan bagi setiap perusahaan.

“Eksplorasi selalu menjadi fokus, jadi kami bisa terus berproduksi atau bahkan meningkatkannya,” kata Bij disela Indonesia Petroleum Association IPA Convex 2019 di Jakarta, Rabu (4/9).

Ia menilai eksplorasi migas Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sudah menunjukkan kemajuan, meskipun harga minyak dunia belum juga stabil. Namun eksplorasi tidak bisa dirasakan dalam waktu singkat.

“Saya tidak berpikir eksplorasi dalam tiga tahun terakhir menggambarkan kondisi negatif, tapi positif. Eksplorasi untuk masa depan industri (migas), jadi kami harus memastikan sudah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi dan menemukan cadangan baru,” kata Bij.

Berbagai upaya untuk mendorong eksplorasi migas Indonesia memang wajar dilakukan. Hal ini lantaran, cadangan migas nasional utamanya minyak terus alami penurunan. Itu disebabkan belum ditemukannya giant discovery dalam beberapa tahun terakhir.  Dalam data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan minyak nasional pada 2013 tercatat sebesar 7.549,8 miliar barel, kemudian sempat turun menjadi 7.251,1 miliar barel pada 2016, sempat naik pada 2017 menjadi 7.534,9 miliar barel. Sayang cadangan kembali turun lagi menjadi 7.512,22 miliar pada 2018. Berikutnya, cadangan gas nasional tercatat sebesar 150,4 triliun kaki kubik pada 2013. Cadangan gas terus terkurang hingga tinggal menjadi 135,55 triliun kaki kubik pada tahun lalu.

Louise Mackenzie, Pejabat Presiden IPA mengungkapkan secara geologis, Indonesia masih memiliki potensi dan  menarik bagi investor untuk berinvestasi. Ini tidak lepas dari pendapat para ahli dan pemerintah yang sepakat bahwa, belum separuh dari cekungan migas di Indonesia telah dieksplorasi. “Yang harus kita lakukan adalah menemukan potensi ini dan mengembangkannya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata dia.

Menurut Louise, kunci utama yang dibutuhkan saat ini dalam berinvestasi di Indonesian adalah kemitraan antara pelaku usaha dan pemerintah. Dengan begitu maka iklim investasi hulu migas akan lebih atraktif. Kondisi itu jelas jadi salah satu pemicu minat investasi dalam rangka pencarian.

Indonesia memiliki total 128 basin, di mana 24 basin belum disentuh. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebelumnya telah memetakan 10 area potensial giant discovery diantaranya Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Tarakan Offshore, North East Java-Makassar Strait, Kutai Offshore, Buton Offshore, Northern Papua, Bird Body Papua, dan Warim Papua.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas,  menegaskan percepatan proses dalam pengembangan blok migas menjadi fokus ke depan. Ini tentu merespon berbagai masukan KKKS yang sudah lama keluhkan lamanya birokrasi.

Bahkan Dwi berjanji akan menindak tergas jajarannya jika memang kedapatan tidak sejalan dengan kecepatan proses berbagai administrasi yang kini sedang dibangun di SKK Migas.

“Sampai ada kawan-kawan tidak sejalan membuat lebih cepat, kita pindah, kita punya 5 daerah, kalau ada pending meter di SKK Migas silahkan laporkan ke saya,” kata Dwi.

Dalam tiga tahun terakhir, SKK Migas mendorong investasi dan trennya sudah cukup positif. Pada tahun 2018 investasi hulu migas sekitar US$ 12,6 miliar. Ini tentu meningkat dari tahun 2017 sebesar US$ 11 miliar.

“Untuk tahun ini hingga Agustus sudah sekitar US$ 7,5 miliar realisasi investasi,” ujar Dwi.

Menurut Ignasius Jonan, Menteri ESDM,  salah satu cara memastikan perusahaan migas melakukan eksplorasi adalah dengan memasukkan komitmen eksplorasi ketika memberikan keputusan kelanjutan pengelolaan blok migas habis kontrak. Ini jadi cara untuk mememuhi kebutuhan dana eksplorasi besar, dimana selama ini tidak dapat disediakan APBN. Komitmen kerja pasti (KKP) sekitar US$ 2,5 miliar. “Memang harus ada izin dan sebagainya, yang penting (ada) firm commitment untuk eksplorasi.Tetapi ya tidak bisa eksplorasi ini harus menemukan minyak, tergantung di bawah ini (reservoir),” kata Jonan.

Dari KKP yang diperoleh, sebesar US$ 1,14 miliar diantaranya direncanakan untuk kegiatan eksplorasi. Kegiatan eksplorasi ini mencakup 47 kegiatan G&G, pengeboran 79 sumur, 38 kegiatan survey seismik, dan 4 survei lain. Sementara dari lelang blok migas tahap pertama 2019, pemerintah memperoleh komitmen pasti US$ 109,2 juta. Komitmen investasi ini untuk pelaksanaan kegiatan studi G&G, seismik 2D 500 km, seismik 3D 200 km2, license purchase dan reprocessing seismik 3D 600 km2, serta pengeboran tujuh sumur eksplorasi.(RI)