JAKARTA – Berdasarkan data yang dirilis  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada akhir September lalu, sektor transportasi mendominasi konsumsi energi final sepanjang 2019 dengan bauran sebesar 44% atau tau setara dengan 414 juta setara barel minyak.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan permintaan akan transportasi. Akibatnya, sektor yang sangat bergantung kepada BBM ini diindikasikan akan terus meningkatkan impor minyak untuk dapat memenuhi permintaan domestik seiring dengan semakin menurunnya produksi minyak domestik.

“Ketergantungan yang besar terhadap minyak impor tentu membahayakan ketahanan energi Indonesia, yang sangat dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan fluktuasi harga di tingkat global,” kata Fabby dalam diskusi virtual baru-baru ini.

Dari perspektif lingkungan, sektor ini juga berkontribusi terhadap tingginya polusi udara di kota-kota besar serta sumbangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang juga signifikan. Berdasarkan data terakhir di tahun 2017, sektor transportasi menyumbang sekitar 26% dari total emisi GRK sektor energi.

Menurut Fabby, tanpa adanya kebijakan dan program dekarbonisasi yang terintegrasi dan mengarah kepada sistem yang rendah dan nol karbon, emisi GRK transportasi akan meningkat hingga tiga kali lipat (mendekati 500 juta ton setara CO2) di tahun 2050.

Fabby menekankan bahwa selain sektor kelistrikan, sektor transportasi perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dalam upaya menyukseskan dekarbonisasi dan transisi menuju sistem yang rendah karbon di tanah air.

“Sejauh ini, pembicaraan dan kajian mengenai dekarbonisasi di sektor transportasi di Indonesia masih sangat terbatas, parsial, dan belum berorientasi pada target netto nol emisi (net-zero emission) sesuai Kesepakatan Paris,” ujar Fabby.

Di tingkat global, pangsa BBM dalam bauran energi sudah mengalami penurunan dari 96% menjadi 92% dalam dua dekade terakhir. Porsi BBM telah digantikan oleh bahan bakar nabati (BBN) dan hasil dari peningkatan efisiensi teknologi di kendaraan.

Selain itu, adopsi teknologi lain juga diproyeksikan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Salah satu di antaranya adalah kendaraan bermotor listrik (KBL) yang digadang-gadang akan menggantikan mesin pembakaran internal (internal combustion engine – ICE).

Sebagian besar produsen kendaraan bermotor telah bersiap dan mengantisipasi potensi disrupsi sektor ini dengan meningkatkan penelitian dan pengembangan KBL dan mulai meningkatkan produksi KBL.

Julius Christian Adiatma, penulis laporan mengenai peta jalan transisi energi Indonesia berjudul A Transition Towards Low Carbon Transport in Indonesia: A Technological Perspective, mengatakan bahwa untuk dapat mewujudkan sistem transportasi yang rendah karbon, efisiensi energi melalui pendekatan Avoid, Shift, danImprove (ASI) yang sudah diadopsi pemerintah saat ini perlu diperkuat kembali.

Kerangka kerja ASI umum digunakan sebagai strategi untuk mengefektifkan mobilitas, mengembangkan sistem transportasi yang berkelanjutan, dan mitigasi perubahan iklim.

“Untuk bisa mencapai nol emisi, dibutuhkan teknologi kendaraan alternatif berbasis energi terbarukan untuk menggantikan BBM,” kata Julius.

Julius juga menuliskan dalam laporannya, beberapa teknologi alternatif diantaranya adalah KBL, BBN, bahan bakar hidrogen (BBH), dan bahan bakar sintesis (BBS).

“Setiap opsi dekarbonisasi memiliki potensi dan batasan yang berbeda, sehingga tidak mungkin hanya mengandalkan salah satunya,” ungkap Julius.

Sebagai contoh, elektrifikasi kendaraan perlu diutamakan, karena dapat memberikan banyak manfaat tambahan, akan tetapi tidak semua moda mudah untuk dielektrifikasi. Moda angkutan darat relatif mudah dielektrifikasi, tepatnya untuk segmen angkutan penumpang (seperti sepeda motor, mobil, dan bus). Untuk moda lainnya yang relatif lebih sulit untuk dielektrifikasi (diantaranya moda angkutan jalan barang, laut, dan penerbangan), perlu mengerahkan bahan bakar alternatif. Bahan bakar nabati, diantaranya biodiesel dan biogasoline menjadi pilihan yang paling menjanjikan. Selain daripada opsi teknologi alternatif ini, langkah-langkah dalam mengelola laju permintaan juga harus dapat dilaksanakan secara bersamaan.

Julius menambahkan, kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada transportasi rendah karbon harus segera diterapkan. Beberapa kebijakan tersebut diantaranya pengetatan aturan ambang batas emisi kendaraan, penerapan pajak berbasis emisi karbon, serta target pelarangan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil. Hal penting lainnya yang juga perlu untuk diperhatikan adalah, aspek keberlanjutan, baik lingkungan maupun sosial, dari opsi-opsi teknologi alternatif yang ada, khususnya penggunaan lahan pada program BBN, serta sumber listrik dan material logam baterai untuk kendaraan listrik. Mengintegrasikan mobilitas yang berkelanjutan juga menjadi salah satu bentuk bagian efisiensi tata kota menjadi prinsip utama dalam membentuk sistem transportasi rendah karbon, kerangka ASI menjadi perlu untuk diimplementasikan demi memperbaiki sistem transportasi yang lebih efisien.

Melalui laporan seri kedua peta jalan transisi energi Indonesia ini, IESR mendesak pemerintah, bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait, untuk mulai penyusunan peta jalan yang terintegrasi menuju transportasi rendah karbon yang sesuai dengan Kesepakatan Paris, yaitu nol emisi di tahun 2050. Peta jalan yang disusun juga harus dapat mencakup perencanaan pembangunan infrastruktur yang sesuai perkembangan teknologi, mengantisipasi dampak ekonomi-sosial dari transisi beserta rencana mitigasinya, serta riset dan pengembangan teknologi alternatif transportasi rendah karbon.

“Pemerintah harus memiliki rencana dan memastikan bahwa proses transisi ini dapat dicapai dengan sukses sekaligus mengurangi risiko-risiko dari proses transisi yang terjadi, utamanya kepada pemangku kepentingan yang terlibat (termasuk didalamnya para pelaku industri, pekerja dan masyarakat yang terdampak),” tandas Fabby.(RA)