JAKARTA – PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menegaskan salah satu fokus utama, selain optimalisasi produksi di Blok Rokan saat ini adalah transisi pengelolaan dengan PT Pertamina (Persero) yang akan menjadi operator di sana pasca 2021 mendatang.

Wahyu Budiarto, Senior Vice President Policy Government and Public Affairs Chevron Pacific Indonesia, mengatakan belajar dari pengalaman transisi sebelumnya di East Kalimantan, transisi di Blok Rokan dijalankan dengan lebih baik, sehingga Pertamina tidak perlu bersusah payah mengembalikan performa produksi kembali normal.

“Kami mau memastikan bahwa Pertamina tidak memulai dari nol. Tapi bisa melanjutkan apa yang sudah kami buat,” kata Wahyu ditemui di Jakarta, Selasa malam (21/5).

Saat ini pembahasan transisi terus dilakukan secara intensif dengan difasilitasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Steering Committee antara ketiga pihak juga telah dibentuk untuk maksimalkan koordinasi.

Menurut Wahyu,  dengan waktu tersisa hingga 2021, adalah waktu yang seharusnya lebih dari cukup untuk mengalihkan pengelolaan blok minyak terbesar di Indonesia kepada Pertamina dengan produksi yang tetap prima.

“Rokan kan 2,5 tahun. Kami harap ini lebih smooth karena kami masih punya waktu. Kami sudah bentuk steering team untuk transisi ini. Kerja sama dengan manajemen Pertamina dan SKK Migas. Lalu ada working team di bawahnya. Niatan kami agar smooth. Namanya juga kaki kontraktor sudah abis. Maka kedepannya Pertamina bisa baik. Kami cukup sering ketemu Pertamina dan SKK Migas,” ungkap Wahyu.

Pertamina beberapa kali menegaskan ingin bisa ikut terlibat dalam program kerja Chevron di blok Rokan sebelum pada masa transisi sebelum kontraknya selesai.

Akan tetapi keinginan itu tidak mudah untuk terwujud, lantaran semua keputusan masih harus melalui persetujuan Chevron selaku pengelola sah berdasarkan kontrak.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina bahkan sempat pesimis bahwa investasi pada masa transisi ini bisa dilakukan. “Belum bisa (transisi), tetap menunggu Agustus 2021,” kata Nicke, belum lama ini.

Pertamina sudah menyodorkan tiga opsi kepada Chevron sebagai mekanisme transisi di Blok Rokan.

Opsi pertama adalah join operation, namun untuk opsi ini Pertamina pesimistis dan dirasa sulit untuk bisa terealisasi. Opsi yang kedua adalah pengelolaan area yang belum dikembangkan Chevron.

“Ada area yang selama ini belum dkelola diusulkan Pertamina masuk dulu. Jadi Agustus 2021 sebelum itu kami sudah bisa masuk,” ujar Nicke.

Opsi terakhir yang ditawarkan adalah opsi yang dinilai paling bisa direalisasikan,  yaitu perencanaan bersama rencana kerja di Rokan. Pemerintah memberikan syarat bagi Pertamina agar pada saat alih kelola di 2021 nanti rata-rata produksi Blok Rokan sebesar 180 ribu barel per hari.

“Yang kami minta adalah tim Pertamina masuk ke perencanaan. Dengan ikut perencanaan, kami harapkan investasi dilakukan, sehingga jangan sampai terjadi lagi kasus Mahakam. Intinya Pertamina siap masuk lebih awal dengan skema yang win-win dan siap investasi juga, agar produksinya tidak turun drastis,” ungkap Nicke.

Opsi dari Pertamina tersebut ternyata belum bisa disepakati oleh Chevron. “Ini (Joint operation) tidak menjadi pembahasan. Saat ini fokusnya adalah bahwa Pertamina akan ambil alih. Kami fokus dulu menyelesaikan transisi ini,” kata Wahyu.(RI)