JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA), bagian dari holding Mineral Industry ID (MIND ID) memproyeksi pendapatan semester I 2020 turun 25% dibanding raihan pendapatan  periode yang sama 2019 sebesar Rp10,6 triliun. Seiring penurunan pendapatan, laba bersih juga diproyeksikan turun 25%-50% dibanding semester I 2019 sebesar Rp2,01 triliun.

Bukit Asam menyebut penurunan kinerja keuangan diakibatkan Covid-19 yang berdampak terhadap permintaan dan harga batu bara. Namun manajemen Bukit Asam memastikan perkiraan penurunan kinerja keuangan tersebut tidak akan berdampak terhadap para pekerja. Manajemen memastikan tidak akan melakukan pengurangan atau pemutusan hubungan kerja.

Apollonius Andwie, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, mengatakan pasar batu bara sepanjang semester I tahun ini tertekan, baik di pasar Asia maupun negara lainnya yang menjadi tujuan ekspor batu bara Bukit Asam.

“Di Asia dalam beberapa bulan ini pasar-pasar potensial paling besar kan India. Mereka terdampak Covid-19 cukup parah, sehingga beberapa pelabuhan di lockdown dan itu sempat mengganggu juga pasar kita,” kata Apollonius dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (15/7).

Tanda-tanda penurunan kinerja keuangan Bukit Asam tahun ini sebenarnya bisa dilihat dari realisasi kinerja operasi produksi sepanjang kuartal I. Ini tentu dipengaruhi oleh harga batu bara yang terus tertekan.

“Harga semakin turun dan ini buat tekanan terhadap kita. Gap antara 2019 dan 2020 cukup lebar, dibandingkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) pun harga masih di bawah dari RKAP kita,” ungkap Apollonius.

Indeks Newcastle rata-rata pada bulan Mei 2020 mengalami penurunan 37% terhadap Mei 2019, 28% dibawah RKAP awal yakni sebesar US$ 73,5 per tom dan 11% dibawah rata-rata RKAP-P yang ditetapkan sebesar US$ 59,2 per ton.

Index ICI-3 (GAR 5000) juga mengalami penurunan 27% terhadap Mei 2019, 27% dibawah RKAP awal yang dipatok sebesar US$ 53 per ton dan juga 11% dibawah rata-rata RKAP-P ung ditetapkan sebesar US$ 43,6 per ton. “Adanya penyebaran Covid-19 di seluruh belahan dunia menjadi penyebab utama penurunan harga batu bara dunia saat ini,” ujar Apollonius.

Beberapa strategi untuk merespon keadaan yang terjadi hingga di semester pertama disiapkan dan mulai dilakukan misalnya melakukan stress test dengan berbagai skenario pada parameter harga, volume penjualan, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap kinerja Keuangan perusahaan. “Kami juga melakukan efisiensi di setiap lini operasional perusahaan (cost efficiency program),” tegas Apollonius.(RI)