JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA),  anak usaha holding tambang Mineral Industry Indonesia (MIND ID) akan makin agresif menjajaki pasar atau tujuan ekspor baru batu bara, menyusul penurunan serapan dari konsumen utama akibat pandemi Covid-19.

Apollonius Andwie, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, mengatakan ada penurunan ekspor batu bara dari Indonesia. Ini tentu tidak lepas dari merosotnya permintaan dari negara-negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor, seperti China dan India yang aktivitas perekonomiannya terganggu akibat pandemi Covid-19.  Untuk itu dijajaki ekspor batu bara ke negara lainnya yang tidak terdampak hebat Covid-19, seperti Taiwan, Vietnam dan negara lainnya.

“Ada penurunan ekspor batu bara dari Indonesia sekitar 20%, tapi peluang tetap ada. Kami telah merealisasikan pengiriman ke pasar baru, seperti Brunei dan Filipina yang menjadi potensi pasar ke depan,” kata Apollonius dalam diskusi virtual, Selasa (15/7).

Menurut Apollonius, dari sisi volume penjajakan ke negara tujuan ekspor itu masih tidak terlalu besar. Namun volume penjualan ke pasar baru tersebut masih bisa ditingkatkan.

“Harapannya ini jadi potensi pasar ke depan, kalau batu bara di Bukit Asam bisa diterima dengan baik. Kemarin kayaknya enggak ada komplain atau keluhan dari buyer baru. Brunei Darussalam belum pernah (buyer baru), kami kan masih baru market penetration jadi jumlahnta belum signifikan, tapi ke depan bisa jadi pasar untuk jangka panjang,” ungkap Apollonius.

Penjajakan dengan negara tujuan baru ekspor batu bara merupakan bagian dari strategi Bukit Asam untuk mensiasati tekanan yang dialami industri batu bara,  tidak hanya nasional tapi juga dunia.

Apollonius mengatakan Bukit Asam masih optimistis dengan serapan batu bara dari domestik. “Mengoptimalkan pemenuhan pasokan batu bara domestik dan menjajaki penjualan ke customer baru,” kata dia.

Realisasi serapan batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) Bukit Asam hingga kuartal I 2020 sudah 65% dari total penjualan batu bara hingga Maret yang mencapai 6,8 juta ton.

Dengan adanya berbagai upaya tersebut Bukit Asam belum mengajukan revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) kepada pemerintah.

Apollonius menjelaskan potensi untuk menurunkan target produksi memang ada, hanya saja manajemen tidak akan terburuk buru. Jika sampai harus turun target, tidak akan besar atau masih dibawah 15-20% dari target awal.

“Kami belum mengajukan,  RKAB masih mengacu ke rencana awal yang sudah dipatok perusahaan. Kamu lihat harga pasar ke depan. Kalau harga semakin menurun, kami harus berstrategi terhadap permintaan pasar. Potensi turun tentu ada,” kata Apollonius.(RI)