JAKARTA – Industri batu bara nasional diyakini akan menghadapi tantangan berat seiring dengan makin masifnya pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Untuk itu pemanfaatan batu bara di dalam negeri menjadi pangsa pasar yang paling potensial untuk dikejar.

Holding Pertambangan Mineral Industry Indonesia (MIND ID) juga akan mengarahkan anggota holdingnya di bisnis batu bara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) untuk memanfaatkan potensi pasar dalam negeri.

Suryo Eko Hadianto, Direktur Transformasi Bisnis MIND ID, mengatakan pasar batu bara global akan makin menyempit seiring kesadaran lingkungan yang sudah disepakati berbagai negara dalam Perjanjian Paris (COP 21), karena itu pasar batu bara domestik yang menjadi harapan Bukit Asam ke depan.

“Konsumsi batu bara domestik masih meningkat dari 140 juta ton menjadi 300-an juta ton pada 2050. Ke depan masih akan ada bauran energi batu bara yang masif  untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Suryo dalam diskusi virtual Bimasena, Jumat (19/3).

Menurut Suryo, dalam cakupan luas atau internasional perkembangan energi baru terbarukan yang disertai dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca membuat bisnis batu bara memasuki masa ‘sunset’ atau tenggelam.

Dalam proyeksi MIND ID permintaan energi global berbasis batu bara yang kian menurun hingga 2050 mendatang.

Tekanan terhadap bisnis batu bara juga sudah dirasakan saat ini dimana pembiayaan untuk mengembangkan bisnis yang menjadi andalan penerimaan Indonesia menjadi sulit. Banyak lembaga pembiayaan global yang enggan mengelontorkan dana lagi ke batu bara dan beralih ke energi bersih.

“Pembiayaan untuk pengembangan bisnis batu bara makin susah, makin sulit didapatkan,” kata dia.

Suryo menambahkan, sebagai komoditas dengan nilai yang paling ekonomis membuat stok batu bara ke depannya hanya yang tersisa untuk kalori rendah. Batu bara jenis ini, kata Suryo berada di tengah pulau dengan rasio cadangan yang cukup tinggi sehingga membuat biaya produksi dan operasi juga lebih mahal dibanding kalori tinggi.

“Indonesia menyatakan cadangan batu baranya cukup besar dan ini sebagai kekayaan negara. Ini penting menstrategikan bagaimana batu bara ini ke depan,” ungkap Suryo.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia justru optimistis dengan bisnis batu bara. Indonesia masih mematok tinggi produksi hingga 20 tahun ke depan.

Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan salah satu peningkatan produksi batu bara adalah meningkatnya konsumsi dalam negeri. Di sisi lain pemerintah juga masih menargetkan ekspor batu bara yang masih tinggi.

Dalam data yang dipaparkan Ridwan, pemerintah merencanakan produksi batu bara mencapai 678 juta ton pada 2040.

Dari proyeksi produksi di tahun tersebut, jatah ekspornya diperkirakan mencapai 403 juta ton. Sedangkan untuk kebutuhan dalam negeri sekitar 275 juta ton dan kebutuhan untuk gasifikasi sekitar 32,6 juta ton.

“Yang pasti angka ini menggambarkan produksi masih cukup banyak dan penggunaan sebagian besar ke domestik akan lebih besar. Gasifikasi akan meningkat walaupun harus diupayakan lebih besar dari tahun ke tahun,” kata Ridwan.(RI)