JAKARTA – PT Pertamina (Persero) butuh waktu tiga tahun untuk memperbaiki kinerja keuangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN.
“Ya kan kendali di kami, makanya harus diberesin. Tadi kan Pak Dirut bilang recovery butuh waktu paling tidak sekitar tiga tahun setelah terbentuk holding migas,” kata Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko saat ditemui seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pertamina dengan Komisi VI DPR, Rabu (14/3).
Laba bersih PGN terus menurun dalam lima tahun terakhir. Jika pada 2012 raihan laba bersih mencapai US$915 juta, pada 2017 laba bersih PGN hanya sebesar US$98 juta.
Gigih mengatakan Pertamina menyiapkan sejumlah strategi untuk membenahi PGN, salah satunya melakukan evaluasi terhadap kontrak-kontrak yang ada.
“Kami lihat kontraknya, kemudian efisiensi, lalu dikaji kenapa suplai turun, masalah harga, dan aset-asetnya,” ungkap dia.
Salah satu aset yang akan dievaluasi adalah Floating Storage Regasification Unit (FSRU) di Lampung yang hingga kini tidak optimal pengoperasiannya. PGN setiap tahunnya harus merogoh kocek US$90 juta untuk biaya sewa.
Pertamina masih belum memutuskan apakah kontrak FSRU ini akan diterminasi atau tidak. Pasalnya, keputusan tersebut memiliki konsekuensi yang sama.
“Harus dilihat dulu risiko terminasi, bayar. Tidak diterminasi juga (bayar),” kata Gigih.
Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, menyatakan bagaimanapun kondisi PGN, Pertamina tetap harus menjalankan perintah pemegang saham untuk mengelola dan merecovery kinerja anggota holdingnya tersebut.
“Ya dengan segala konsekuensi tetap harus kami jalankan. Kami ada strategi improvement, yang belum efisien ya diefisienkan,” tandas Massa.(RI)
Komentar Terbaru