JAKARTA – Selain faktor cuaca buruk, kebijakan batu bara sebagai barang kena pajak menjadi salah satu penyebab terganggunya pasokan ke pembangkit listrik di Pulau Jawa.

Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengatakan isu kekurangan pasokan batu bara ke pembangkit listrik memang sudah teratasi. Selain kondisi alam, kebijakan pemerintah juga mempengaruhi pasokan batu bara tersebut. Kebijakan tersebut terkait dengan status komoditas batu bara yang kini sebagai barang kena pajak.

“Ada kontribusi kebijakan pemerintah antara lain, batu bara kena pajak kan. PPN bagaimana bayarnya dan lain-lain, itu makanya ada situasi itu (kekurangan pasokan),” kata Ridwan dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu (27/1).

Batu bara menjadi Barang Kena Pajak (BKP) merujuk pada ketentuan dalam Omnibus Law, Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Ridwan menjelaskan masalah perpajakan yang dikenakan batu bara kini sudah selesai setelah dilangsungkan pertemuan dengan PLN maupun pelaku usaha tambang batu bara.

Sayangnya ia tidak beberkan ada tidaknya upaya dari pemerintah untuk mengurangi beban PLN akibat pengenaan pajak tersebut. Namun dipastikan tidak ada perubahan aturan dan PLN akan patuh terhadap aturan tersebut. “PPN sudah disepakati akan dibayar PLN,” tukasnya.

PLN sendiri diketahui sempat melakukan pembicaraan dengan Kementerian Keuangan untuk meminta keringanan atas pengenaan pajak tersebut. Apalagi batu bara adalah energi primer PLN untuk bahan baku pembangkitnya. Sekitar 60% bahan baku listrik PLN berasal dari batu bara.

Sujatmiko, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, sebelumnya mengatakan saat ini PLN sedang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengantisipasi dampak dari 10% PPN yang harus ditanggung.

“Sampai saat ini infonya PLN masih menanggung PPN-nya. Terkait itu PLN sedang meminta persetujuan kepada Kemenkeu untuk mengatasi atau mengantisipasi konsekuensi 10% yang saat ini ditanggung PLN,” ungkap Sujatmiko.(RI)