JAKARTA – Beban PT PLN (Persero) akan bertambah seiring dnegan penetapan batu bara yang sekarang menjadi Barang Kena Pajak (BKP) di Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja alias Omnibus Law. Berstatus sebagai BKP, PLN harus menanggung PPN 10% dari pembelian batu bara yang merupakan salah satu bahan baku terbeesar PLN untuk memproduksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, mengakui adanya peningkatan beban terhadap PLN dengan posisi batu bara sebagai BKP. Hal tersebut juga sudah disampaikan kepada Badan Kebijakan Fiskal.

“Batu bara sebagai barang kena pajak akan meningkatkan biaya PLN. Itu juga sudah kami sampaikan dan diskusikan dengan Badan Kebijakan Fiskal,” kata Ridwan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Kamis (10/12).

Batu bara kini merupakan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai dengan Pasal 112 Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah Ketentuan Pasal 4A UU Nomor 42 Tahun 2009.

Sujatmiko, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, mengatakan saat ini PLN sedang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengantisipasi dampak dari 10% PPN yang harus ditanggung.

“Sampai saat ini infonya PLN masih menanggung PPN-nya. Terkait itu PLN sedang meminta persetujuan kepada Kemenkeu untuk mengatasi atau mengantisipasi konsekuensi 10% yang saat ini ditanggung PLN,” ungkap Sujatmiko.

Ramson Siagian, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan dampak dari kebijakan tersebut akan memberikan konsekuensi bertambahnya beban PLN yang mayoritas energi primer untuk pembangkit listrik-nya masih menggunakan batu bara mencapai 62%. Apalagi saat ini pun kondisi keuangannya sudah terpuruk.

“Nanti PLN bisa bangkrut. Sekarang ini 62% energi primer batu bara untuk semua pembangkit listrik. Coba nanti gimana harganya?,” kata Ramson.(RI)