JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mulai menyusun Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan ketiga atas UU Minerba No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara. Pembahasan dimulai melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Pembahasan revisi ini sendiri merupakan buntut dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap beberapa pasal di UU No. 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Minerba No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara.
Beberapa substansi utama putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba):
1. Jaminan Perpanjangan Izin Kontrak Karya dan PKP2B
Pasal yang Diuji: Pasal 169A ayat (1) UU Minerba.
Isi Pasal: Memberikan jaminan perpanjangan otomatis bagi pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah memenuhi persyaratan tertentu.
Putusan MK:
Frasa “diberikan jaminan” dalam pasal ini dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
MK menegaskan bahwa perpanjangan izin tambang tidak boleh diberikan secara otomatis, tetapi harus melalui evaluasi dan pertimbangan sesuai peraturan perundang-undangan.
2. Pemanfaatan Ruang dan Kawasan Pertambangan
Pasal yang Diuji: Pasal 17A ayat (2), Pasal 22A, Pasal 31A ayat (2), dan Pasal 172B ayat (2) UU Minerba.
Isi Pasal: Pemerintah pusat dan daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), atau Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah diberikan izinnya.
Putusan MK:
Pasal ini dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Jaminan pemanfaatan ruang tambang harus tetap sejalan dengan aturan tata ruang dan peraturan lainnya.
3. Potensi Kriminalisasi Penolakan Pertambangan
Pasal yang Diuji: Pasal 162 UU Minerba.
Isi Pasal: Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan yang memiliki izin dapat dikenakan sanksi pidana.
Putusan MK:
Pasal ini tetap dinyatakan konstitusional, artinya tetap berlaku. Namun, MK mengingatkan bahwa implementasi pasal ini tidak boleh menimbulkan kriminalisasi terhadap masyarakat atau pihak yang menolak tambang karena alasan yang sah, seperti dampak lingkungan.
4. Kewenangan Pemerintah Pusat
Pasal yang Diuji: Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Minerba.
Isi Pasal: Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam strategis berada di bawah penguasaan pemerintah pusat.
Putusan MK:
Pasal ini dinyatakan konstitusional. Namun, MK menegaskan bahwa penguasaan pemerintah pusat tidak boleh mengesampingkan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam, sesuai prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
5. Hilirisasi dan Pengolahan
Pasal yang Diuji: Beberapa ketentuan terkait kewajiban hilirisasi (pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri).
Putusan MK:
MK mendukung kewajiban hilirisasi sebagai langkah untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan batubara di Indonesia. Namun, implementasinya harus dilakukan secara adil, transparan, dan mempertimbangkan kapasitas perusahaan, terutama perusahaan kecil dan menengah.
6. Perlindungan Lingkungan dan Masyarakat Lokal
Putusan MK:
MK menegaskan bahwa implementasi UU Minerba tidak boleh mengabaikan perlindungan lingkungan dan hak masyarakat lokal.
Pemerintah dan perusahaan wajib memastikan bahwa kegiatan tambang tidak merusak lingkungan atau melanggar hak masyarakat adat dan lokal.
Kesimpulan
Putusan MK terkait UU Minerba menegaskan pentingnya:
1. Evaluasi dan transparansi dalam perpanjangan izin tambang.
2. Keseimbangan antara kewenangan pusat dan daerah.
3. Perlindungan lingkungan dan hak masyarakat lokal.
4. Kesesuaian dengan tata ruang dan peraturan lainnya.
5. Penghindaran kriminalisasi masyarakat yang menolak tambang.
Meski sebagian pasal dinyatakan inkonstitusional atau inkonstitusional bersyarat, MK menegaskan bahwa UU Minerba secara keseluruhan tetap berlaku dengan penyesuaian untuk menjaga keadilan, keberlanjutan, dan kepentingan nasional.
Komentar Terbaru