JAKARTA – Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta kebijakan yang mewajibkan penggunaan angkutan laut dan asuransi nasional untuk ekspor dan impor dicabut. Pasalnya, saat ini perekonomian nasional tengah menghadapi beban dari wabah corona atau Covid0-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia.

Pandu Sjahrir, Ketua Umum APBI, mengatakan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 tidak sejalan dengan upaya pemerintah bersama segenap rakyat untuk menghadapi dampak dari penyebaran virus Covid-19. “Terutama upaya pemerintah dalam mendorong dan memberikan stimulus ekspor guna menopang perekonomian nasional yang terguncang akibat penyebaran Covid-19,” kata Pandu, Jumat (20/3).

Permendag Nomor 82 Tahun 2017 mengatur penggunaan angkutan laut dan asuransi nasional untuk ekspor dan impor barang tertentu.  Komoditas yang masuk dalam Permendag tersebut adalah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan batu bara.

Menurut Pandu, agar ada kepastian hukum dalam kegiatan operasional, APBI meminta Kementerian Perdagangan segera menerbitkan Permendag yang mencabut atau membatalkan Permendag 82/2017.

“Menurut hemat kami Permendag 82/2017 yang rencananya akan efektif berlaku 1 Mei 2020 terbukti telah menyebabkan keresahan dan kekhawatiran akan kelancaran ekspor batu bara. Permendag itu telah menyebabkan beberapa pembelian impor batu bara oleh importir telah dibatalkan. Serta akan menimbulkan tambahan beban
keuangan eksportir batu bara,” ungkap Pandu dalam keterangan tertulisnya.

Pandu mengatakan kekhawatiran akan terhambatnya ekspor serta potensi beban tambahan biaya sudah sering disampaikan kepada pemerintah, baik dalam rapat-rapat resmi maupun melalui surat resmi beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir ini. Ada beberapa perusahaan yang terkena dampak atas aturan tersebut karena dengan adanya pembatalan pengiriman kapal untuk periode April, Mei dan seterusnya oleh beberapa importir batu bara.

Kebijakan yang akan mewajibkan ekspor batu bara menggunakan kapal milik perusahaan pelayaran nasional ditengah sangat terbatasnya kapasitas kapal nasional (kurang dari 2% volume ekspor batu bara dilayani oleh kapal nasional), akan menambah beban biaya sehingga membuat harga jual batu bara FOB (free-on-board)  menjadi tidak kompetitif dan makin tertekan.

APBI juga mengeluhkan beban biaya akibat pelaksanaan Permendag 82/2017 atas penggunaan asuransi nasional yang telah diterapkan sejak Juli 2019 yang terbukti telah menambah beban biaya operasional atas beban biaya yang seharusnya tidak diperlukan. “Karena dalam skema FOB pihak importirlah yang berkewajiban mengurus pengadaan kapal dan asuransi,” kata Pandu.

Dalam kajian APBI yang diterima Dunia Energi ukuran armada kapal curah Indonesia tidak memadai untuk mengangkut ekspor batu bara Indonesia.

Beberapa catatan atau poin yang harus diperhatikan antara lain adalah jumlah armada kapal curah secara keseluruhan (non semen), yang berusia di bawah 20 tahun adalah sebanyak 69 kapal dengan DWT (tonase bobot mati) hanya 3,5 juta metrik ton.

Kemudian total aliran ekspor batubara lebih dari 10 x jumlah DWT kapal tersebut di atas per bulan dan kapal di atas sudah berkomitmen untuk melayani smelter domestik, seperti PLN, IPPs dan lain-lain.

Lalu armada Indonesia memiliki armada ukuran Panamax yang sangat sedikit dan tidak ada armada yang berukuran Cap Sized. Kapal ukuran Panamax dan Cape Sized adalah mutlak dibutuhkan untuk rute angkut ekspor jauh seperti India, Cina, Taiwan, Korea, Jepang.(RI)