JAKARTA – Akuisisi PT Freeport Indonesia oleh pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dinilai tidak kunjung memberikan manfaat bagi ekonomi Indonesia, khususnya ekonomi Papua seperti yang dijanjikan sebelumnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi di Papua justru minus dalam kurun dua tahun terakhir.

Gus Irawan Pasaribu, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengungkapkan pemerintah dan Freeport terlalu banyak berkilah dengan kondisi ini. Padahal dulu saat proses negosiasi pemerintah selalu menjanjikan adanya manfaat ekonomi yang besar jika Freeport diakuisisi.

“Keberadaan kita di Freeport belum ada manfaatnya sama sekali. Kita menjadi mayoritas di sana 51% saham yang dimiliki.  Holding tambang 41% dan pemda 10%. Kan kita tadinya berharap 2018 kita ambil alih, 2019 dapat dividen. Tapi faktanya dividen nggak ada yang masuk. Jangankan 2018, 2019, 2020 pun nggak ada juga dong alasannya karena mau fokus di underground mining,” kata Gus disela rapat dengan Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (11/2).

Padahal menurut Gus kegiatan tambang bawah tanah sudah dilakukan sejak 2018 jadi harusnya sudah ada kontribusi bagi produksi Freeport dan hasilnya sudah bisa dirasakan oleh masyarakat Papua.

“Saya ingat betul tahun 2017, kami kunjungan ke sana termasuk underground. 550 km panjangnya. Memang manfaat sebagai pemegang saham mayoritas ini belum ada,” katanya.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengatakan ekonomi Papua turun karena ada dampak peralihan kegiatan tambang Freeport ke bawah tanah dari tambang terbuka pada 2019. Ini tentu mempengaruhi produksi tembaga dan emas Freeport.

“Pada 2020, Freeport hanya melakukan development yang menghasilkan (ore) tapi tidak 100%. Diharapkan pada 2021 sudah ada produksi full capacity,” ujarnya.

Menurut Bambang, persiapan perpindahan kegiatan tambang juga dirasakan Freeport. Freeport harus mempersiapkan tidak hanya teknis tapi juga nonteknis yang memakan waktu. “Kapasitasnya turun, jadi yang terlibatnya mesti turun, pegawai turun, kontraktor turun, turun semua. Ini karena kegiatannya perpindahan dari fase dan sekarang baru akan mulai karena Freeport mempersiapkan dokumen, termasuk dokumen lingkungannya” ungkap Bambang.

Lebih lanjut Ia meyakini kontribusi Freeport baru bisa dirasakan 3-4 tahun setelah diakuisisi, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat dan ekonomi tapi juga Inalum yang bisa membayar utang atas pinjaman untuk pembelian saham Freeport.

“Nanti itu akan menghasilkan dividen sehingga dividen itulah dalam waktu 3-4 tahun akan diselesaikan untuk menyelesaikan pinjaman (Inalum),” kata Bambang.

Berdasarkan keterangan resmi yang dirilis  Freeport McMoRan sebagai salah satu pemegang saham Freeport Indonesia,  menunjukkan realisasi produksi konsentrat tembaga hanya 607 juta pon atau anjlok 47,6% jika dibanding dengan produksi konsentrat pada 2018 yakni sebesar 1,16 miliar pon.

Selain produksi konsentrat tembaga, produksi emas Freeport Indonesia juga turun. Sepanjang tahun lalu produksi emas 863 ribu ounce jauh dibawah realisasi pada  2018 yang mencapai 2,416 juta ounce.

Seiring penurunan produksi, penjualan emas sepanjang 2019 juga turun menjadi 973 ribu ounce dibandingkan 2018 sebesar 2,36 juta ounce.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi di Papua mengalami penurunan ekonomi yang cukup dalam yakni 15,72%. Penurunan ekonomi di Papua sudah terjadi sejak kuartal IV 2018 yang tercatat turun 17,95%.

BPS mengakui turunnya perekonomian di Papua disebabkan penurunan produksi PT Freeport Indonesia. Penurunan produksi itu terjadi lantaran adanya peralihan kegiatan tambang, dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah.

Masih berdasarkan data BPS, pertambangan dan penggalian anjlok drastis selama 2019 yakni -43,21%. Jika dilihat secara kuartalan memang terus menurun dan terjadi juga sejak kuartal IV 2018.

Pada kuartal IV 2018 industri pertambangan dan penggalian di Papua turun -43,68%, kuartal I 2019 -48,47%, kuartal II 2019 57,48%, kuartal III 2019 38,31% dan kuartal IV 2019 19,04%.(RI)