JAKARTA – PT Samindo Resources Tbk (MYOH), emiten pertambangan batu bara terintegrasi, mencatat laba bersih US$7,8 juta pada paruh pertama 2022, turun 43,8% dibanding periode yang sama 2021 yang membukukan laba bersih US$13,9 juta. Penurunan laba bersih terutama disebabkan turunnya pendapatan sebesar 14,04% dari US$ 81,9 juta menjadi US$70,4 juta pada semester I 2022.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, penurunan pendapatan disebabkan karena pendapatan dari jasa pemindahan tanah dan pengambilan batu bara turun 16,13% menjadi US$47,326 juta. Selain itu, jasa pengangkutan batu bara juga turun dari US$24,5 juta menjadi US$22,2 juta pada semester I 2022. Sisanya, berasal dari jasa pengeboran, eksplorasi dan lainnya.

Gilbert Markus Nisahpih, Direktur Samindo, mengatakan penurunan kinerja tidak lepas dari faktor alam yang mempengaruhi aktivitas penambangan di paruh pertama tahun ini. “Pada enam bulan pertama ini, SR (Stripping Ratio) rendah, rata-rata dibawah 4 kali. Enam bulan sisanya, SR-nya akan lebih tinggi, sehingga di akhir tahun bisa seimbang,” kata Gilbert di Jakarta, Kamis (1/9).

Menurut Gilbert, tingginya curah hujan menjadi faktor utama yang menahan laju aktivitas penambangan. Data Samindo menyebut terjadi kenaikan waktu pemeliharaan yang disebabkan hujan hingga 36,2%.
Jika pada paruh pertama 2021, total waktu pemeliharaan akibat hujan mencapai 761 jam, maka pada semester I 2022 waktu pemeliharaan melonjak hingga 1.036 jam. Perseroan sendiri berusaha memanfaatkan waktu standby saat hujan dengan melakukan pemeliharaan. Namun demikian, hal ini juga mendatangkan efek samping yakni kenaikan biaya suku cadang.

Ahmad Zaki Natsir, Corporate Secretary Samindo, menambahkan pada 2022 merupakan tahun kedua perusahaan melakukan pemeliharaan mandiri, termasuk di dalamnya untuk pengadaan suku cadang.
“Hasilnya, kami berhasil menekan biaya pemeliharaan alat berat melalui pihak ketiga sebesar 25,6%,” kata Zaky.

Dia menambahkan upaya menekan biaya juga dilakukan dengan mengurangi waktu standby akibat kecelakaan kerja. Salah satunya, dilakukan dengan mengubah waktu kerja dari 3 shift menjadi 2 shift. “Langkah ini mampu menekan total biaya yang dikeluarkan perusahaan kepada operator hingga 10,5%,” kata Zaky.(AT)