JAKARTA – Pemerintah menargetkan penggunaan BBM untuk energi listrik akan makin berkurang pada tahun depan,  terutama dalam penggunaan high speed diesel (HSD) maupun Marine Fuel Oil (MFO). Pemerintah memproyeksikan energy mix  BBM pada 2020 hanya sekitar 2%.

Hendra Iswahyudi, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan salah satu keyakinan tersebut adalah lantaran akan dimulainya program B30 mulai 2020. PT PLN (Persero) sudah memulai uji coba penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) berbahan Crude Palm Oil (CPO) di beberapa unit pembangkitnya.

“Iya ini memang diuji cobakan, tinggal implementasi secara masif,” kata Hendra di Jakarta, Rabu (16/10).

Dalam data PLN, hingga kuartal I 2019, bauran bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar nabati (BBN) mencapai 4,42%. Selama 2019, kebutuhan BBM yang terdiri dari MFO ditarget sebanyak 443.273 kiloliter (KL) atau 15% dari total kebutuhan dan HSD sebesar 987.795 KL atau 32% dari kebutuhan. Sedangkan, pada 2019, kebutuhan biodiesel 20% ditarget baurannya lebih banyak yakni sebesar 53% atau sekitar 1,623 juta KL.

PLN sudah melakukan uji coba pemakaian CPO murni di empat pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) terdiri dari PLTD Kanaan berkapasitas 10 MW di Contang, PLTD Batakan 40 MW di Balikpapan, PLTD Supa 62 MW di Pare-Pare, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Jayapura 10 MW.

Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelumnya meminta PLN menargetkan penggunaan solar untuk pembangkitan sebesar 2% dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Saat ini, PLN masih menargetkan penggunaan solar dalam pembangkit listrik sebesar 4,97%.

Lebih lanjut, Hendra menuturkan sampai saat ini pemerintah masih melakukan pendataan sejumlah pembangkit yang mampu menggunakan CPO murni sebagai bahan bakar pada tahun depan. Salah satu tantangan dalam penggunaan CPO untuk bahan bakar pembangkit terkait teknologi adalah harga CPO itu sendiri yang tentu saja jika lebih mahal dari BBM justru akan menambah beban PLN.

“Ada sebagian yang perlu ditambahkan alatnya. Nanti kami hitung investasinya berapa, hasil yang didapat berapa. Cost dan benefit, yang penting mesti lebih murah dari HSD,” katanya.

Pemerintah juga meminta Asosiasi Kelapa Sawit memastikan rantai pasok sehingga dapat dipastikan biaya penggunaan CPO akan lebih murah dibandingkan HSD. “Ya kan kemarin uji coba, ada sih sebenarnya hitungan-hitungannya. Biar pak Dirjen saja nanti yang umumkan,” kata Hendra.(RI)