JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengawal aksi korporasi afiliasi PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang melantai bursa pada bulan ini. Pengumuman Initial Public Offering (IPO) PGE sudah diumumkan pada 1 Februari 2023 lalu.

Mukhtasor, pengamat energi yang juga guru besar ITS, meminta KPK segera turun tangan mengusut dugaan kerugian negara secara melawan hukum. “Ada bau menyengat dugaan kerugian negara yang harus diusut, karena aset negara dari BUMN berubah menjadi aset anak usaha atau cucu usaha BUMN dalam skema holding-subholding. Sementara status cucu BUMN dianggap bukan lagi tergolong BUMN, maka penjualan sahamnya menjadi dimuluskan”, kata Mukhtasor (13/2).

Menurut dia, sebagai perusahaan milik negara, Pertamina memiliki aset-aset yang dikelola oleh perusahaan dengan tatakelola yang diatur oleh negara. Didalam tata kelola tersebut, hak pengawasannya bukan hanya oleh Pemerintah, tetapi juga oleh BPK ataupun DPR sebagai wakil rakyat.

Dia menilai ketika status suatu aset berpindah dari milik Pertamina menjadi milik entitas baru, yaitu cucu Pertamina seperti PGE, maka aset tersebut berubah menjadi bukan milik BUMN, bukan milik negara. Maka kemudian, BPK dan DPR pun kehilangan jangkauan pengawasan, rakyat tidak bisa lagi mendapat perwakilan dalam urusan itu, asing menjadi dibolehkan membeli saham perusahaan tersebut tanpa sersetujuan lembaga nergara yang tadinya berwenang.

“Proses seperti itu merugikan negara. Merugikan rakyat. Itu harus dicegah terjadi. KPK harus turun tangan”, ujar Mukhtasor.

Oleh karena itu Mukhtasor menyerukan kepada KPK, agar tidak hanya mencermati proses IPO PGE dan anak-anak usaha BUMN lainnya, tetapi KPK justru harus mencermati proses pemindahan aset-aset negara didalam BUMN yang berubah menjadi aset-aset anak atau cucu BUMN yang dikategorikan bukan lagi BUMN dalam skema holding-subholding. Jangan sampai terjadi proses ilegal, jangan sampai terjadi kerugian negara karena berpindahnya aset tanpa proses hukum yang benar, dan janganlah menghilangkan hak-hak lembaga negara dan perwakilan rakyat.

“KPK juga harus turut mengawasi OJK jika ternyata OJK gegabah menyetujui penjualan saham perusahaan yang didalamnya ada aset ilegal jika proses perolehannya melawan hukum,” ujarnya.

Menurutnya, secara paralel agar Presiden memerintahkan Menteri BUMN, untuk menghentikan proses yang janggal dan berpotensi merugikan negara tersebut.

Mukhtasor menilai ketika pembentukan holding subholding telah terjadi maka dikhawatirkan aset di subholding yang dianggap sebagai anak usaha atau cucu usaha BUMN menjadi bisa dilepas pengawasannya oleh lembaga-lembaga negara, dan bebas sebagian sahamnya dijual kepada asing.

“Janganlah rakyat dipermainkan, cegahlah jangan sampai karena ingin menjual aset Pertamina ke fihak asing melalui IPO, lalu aset Pertamina tersebut diputar-putar statusnya, melalui rekayasa holding-subholding. Aset yang tadinya milik negara lalu tiba-tiba berubah menjadi bukan milik negara,” jelas Mukhtasor. (RI)