JAKARTA – Pergantian jajaran direksi PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, sepertinya hampir pasti terealisasi dalam waktu dekat. Beberapa nama bahkan telah mengerucut disiapkan oleh pemegang saham untuk menggantikan sejumlah direksi saat ini.

Berdasarkan informasi yang diterima dari sumber Dunia Energi, dari lima nama yang mengemuka sebagai calon direktur utama Pertamina, yaitu Nicke Widyawati (petahana), Syamsu Alam (mantan direktur hulu), Gigih Prakoso (mantan direktur utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk), dan Insan Purwarisya L Tobing (saat ini direktur utama PT Pelni), nama Hanung Budya Yuktyanta (mantan direktur pemasaran dan niaga di era kepemimpinan Karen Agustiawan) justru yang menguat. Hanung dikabarkan telah dipanggil pihak Istana belum lama ini. “Sudah ada pertemuan dengan orang Istana di satu tempat,” kata sumber tersebut.

Sumber menyebutkan Hanung akan diplot sebagai orang nomor satu di Pertamina, sedangkan Insan disiapkan sebagai direktur human capital. Satu pos direksi lainnya yang akan diganti adalah di sektor hulu Pertamina. Pemegang saham dikabarkan telah menyiapkan Jamsaton Nababan, Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) sebagai suksesor Dharmawan H Samsu untuk menangani bisnis hulu Pertamina, kendati nama Nanang Abdul Manaf (mantan direktur utama PT Pertamina EP) juga masuk bursa karena kinerjanya yang rancak selama tiga tahun memimpin anak usaha hulu Pertamina tersebut.

Sebelum tergusur dari jajaran direksi pada akhir 2014—saat Jokowi jadi presiden- Hanung adalah direktur pemasaran dan niaga Pertamina. Pada periode terakhir kepemimpinan Hanung di tim Karen, yaitu pada 2014, kinerja Pertamina saat itu turun. Padahal, pada 2013, kinerja Pertamina tengah moncer-moncernya.

Hanung bersama Karen dan tim BOD Pertamina saat itu menghasilkan laba bersih Pertamina US$1,57 miliar, turun dari US$3,07 miliar pada periode 2013. Hal ini dipicu penurunan pendapatan 0,6% dari US$71,1 miliar menjadi US$70,7 miliar dan penurunan harga minyak  menjadi US$90 per barel.

Hanung memulai karier di Pertamina saat dirut Pertamina saat ini masih kelas satu SMA di Tasikmalaya. Hanung adalah jebolan teknik mesin ITB pada 1983 dan memulai karier di direktorat pemasaran dan niaga pada 1984. Pada 2004 pernah jadi Kepala Divisi Hupmas Pertamina, promosi jadi Direktur Utama Pertamina Energy Limited (Petral), dan naik menjadi General Manager Gas Domestik pada 2006. Hanung pada 2010-2012 didapuk sebagai Direktur Utama PT Badak NGL. Sejak 18 April 2012 hingga November 2014 menjabat direktur pemasaran dan niaga Pertamina.

Sementara itu, Jamsaton Nababan saat ini menjadi orang nomor satu di PEPC. Jamsaton lebih banyak bertugas di Pertamina EP. Sebelum promosi jadi direktur pengembangan PEPC pada 2016, Jamsaton adalah Vice President Surface Facilities Pertamina EP. Sebelum itu, 2008-2010, Jamsaton adalah Manajer Senior Teknik dan Proses Fasilitas Pertamina EP.

Selain menjadi mitra ExxonMobil di proyek Blok Cepu, PEPC saat ini mengembangkan proyek gas Jambaran Tiung Biru. Jamsaton sejatinya sudah melewati masa pensiun di Pertamina. Usia pensiun pekerja Pertamina adalah 56 tahun. Jamsaton lahir di Padang, 16 Juli 1962.

Jamsaton adalah jebolan teknik mesin Universitas Sumatera Utara. Dia alumni Bimbingan Profesi Sarjana Teknik (BPST) 2 tahun 1990 seangkatan Bambang Manmayoso (direktur utama Pertamina Hulu Indonesia), Deni S Tampubolon (direktur utama Pertamina International EP), Hendrajaya (mantan direktur utama Pertagas), dan Herutama Trikoranto (mantan direktur pengembangan Pertamina EP).

Dari sisi usia, Jamsaton memang lebih berumur ketimbang Nanang Abdul Manaf yang baru pensiun 22 Mei 2020 di usia 56 tahun. Dari sisi rekam jejak, Jamsaton juga sedikit di bawah Nanang yang banyak makan asam garam di dunia eksplorasi selain berbagai penugasan di dalam dan luar negeri. Apalagi Nanang dalam tiga tahun terakhir berhasil mendongkrak kinerja produksi dan finansial Pertamina EP setelah turun di masa dua direktur utama Pertamina EP sebelumnya. Kecuali itu, Nanang memiliki kepemimpinan (leadership) yang bagus dan diterima oleh pekerja Pertamina, terutama di sektor hulu.

Hingga berita ini diturunkan, Dunia Energi telah berusaha melakukan konfirmasi kepada Hanung. Hanya saja pesan singkat via aplikasi WhatsApp tidak direspons, padahal ada notifikasi pesan telah dibaca. Begitu juga dengan Arya Sinulingga, staf khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Arya, pekan lalu, pada beberapa kesempatan mengakui akan ada perombakan sedikit dalam jajaran direksi Pertamina.

Adapun Jamsaton saat dikonfirmasi menyatakan berita itu tidak benar. Menurut Jamsaton sampai sekarang tidak ada arahan khusus untuk mengisi pos hulu korporat. “Itu berita-berita aja ya, belum ada (arahan khusus),” kata Jamsaton kepada Dunia Energi, Senin (8/6).

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan jabatan direksi Pertamina terutama untuk posisi direktur utama memerlukan sosok yang tidak hanya pintar dari sisi teknis tapi juga harus lebih dari itu. Dia melihat sosok tersebut harus juga unik dalam artian harus bisa membangun hubungan yang baik tidak hanya kepada pemegang saham tapi juga dengan para stakeholder lainnya termasuk di pentas politik.

“Salah satu standar aspek bisnis mumpuni, jauh lebih penting harus bisa diterima semua stakeholder, karena bagaimana pun Pertamina adalah BUMN terbesar, lebih unik lagi harus bisa komunikasi dengan teman-teman parlemen, butuh kriteria khusus,” kata Komaidi.

Menurut Komaidi, munculnya nama Hanung yang merupakan internal Pertamina, memiliki sisi positif karena jika dari dalam Pertamina minimal sudah mengerti pola bisnis Pertamina.

“Sejauh yang saya ketahui pengalaman beliau di Pertamina sudah cukup panjang. Seharusnya sudah tahu dengan pasti apa kelebihan dan kekurangan Pertamina, termasuk dalam hal ini juga kemungkinan untuk lebih mudah diterima internal cukup besar,” jelas Komaidi.

Penerimaan internal manajemen Pertamina juga harus diperhitungkan jadi tidak semata kemampuan teknis ataupun kapasitas dari sisi menjalin koordinasi dengan stakeholders karena itu akan berperan dalam kegiatan operasional perusahaan. “Mengelola Pertamina sebesar itu akan berat jika tidak kompak dan diterima internal,” kata Komaidi. (RI)