JAKARTA – Pemerintah menegaskan setiap tindakan atas aset yang berada diatas Barang Milik Negara (BMN) harus berdasarkan persetujuan pemerintah selaku pemilik aset negara. Termasuk dalam hal ini lelang pembangkit listrik di Blok Rokan yang dilakukan PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN), anak usaha Chevron.

Lukman Efendi, Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain – DJKN, Kementerian Keuangan, mengaku belum menerima surat pemberitahuan ataupun izin resmi dari MCTN perihal lelang yang dilakukan terhadap pembangkitnya di lahan milik negara di Blok Rokan.

“Surat izin (lelang pembangkit) belum sih.  Kami baru dengar-dengar saja ada di media dan sebagainya,” kata Lukman saat media briefing secara virtual, Jumat (28/5).

Namun demikian peralihan pengelolaan Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina menjadi salah satu fokus Direktorat Jendral Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan untuk membenahi proses alih kelola aset negara dalam industri hulu migas ke depannya.

Untuk itu pihaknya mengaku telah berkirim surat kepada seluruh pihak terkait terutama kontraktor dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar berhati-hati dalam mengambil keputusan pengalihan aset-aset negara yang ada di Blok Rokan.

“Surat sudah dikirim dan ditujukan ke Kementerian ESDM, MCTN dan Chevron Pacific Indonesia. Kami sampaikan dulu,  nanti lihat responnya,” ungkap Lukman.

Lukman menegaskan bahwa tanah yang diatasnya berdiri pembangkit adalah BMN. Dia berharap bahwa setiap perbuatan hukum di atasnya itu harus seizin menteri ESDM sebagai perwakilan negara di sana.

“Mengenai masa lalunya itu sedang didiskusikan dengan temen temen SKK Migas. Karena yang lebih ahli di SKK Migas. Langkah-langkahnya sudah kami surati kalau ada perbuatan hukum harus izin. Tindak lanjutnya nanti ke SKK Migas,” ungkap Lukman.

Saat ini MCTN sedang melakukan bidding terbuka penjualan saham MCTN dengan menggunakan jasa konsultan keuangan JP Morgan. Beberapa peserta dikabarkan menarik diri karena harganya yang dinilai kemahalan, yaitu US$ 300 juta, apalagi Chevron sudah mengeruk keuntungan lebih dari 20 tahun atas pengoperasian pembangkit tersebut.

Fataryani Abdurahman, Wakil Kepala SKK Migas, sebelumnya mengatakan listrik dan uap adalah tulang punggung operasi yang ada di Blok Rokan. PLTGU NDC didesain pada dekade 90-an untuk melaksanakan teknologi steamflood Enhanced Oil Recovery (EOR) yang membutuhkan pasokan listrik besar.

Dia mengatakan SKK Migas telah mengirimkan surat kepada CPI perihal ke pembangkit di Rokan. “Pembangkit tersebut dibangun di tanah milik negara dulu perjanjiannya oleh pihak ketiga,” ujarnya.

Pertamina dan PLN diketahui sudah melakukan komunikasi penyediaan tenaga listrik dan uap di Blok Rokan pada Maret 2020. Pada 1 Februari 2021, kedua perusahaan meneken Perjanjian Jual Beli Listrik dan Uap (PJBTLU) yang mulai efektif Agustus 2021, bersamaan dengan berakhirnya pengelolaan Blok Rokan oleh CPI. Kebutuhan listrik Blok Rokan sejatinya adalah 400 megawatt serta steam 355 MBSPD. PLTGU NDC hanya akan digunakan selama tiga tahun seiring komitmen dan kesediaan PLN yang akan memasok listrik untuk Blok Rokan melalui interkoneksi Sumatera.(RI)