JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) menyatakan tidak ada tawar menawar lagi dalam tata kelola jual beli komoditas mineral, terutama nikel karena sudah ada aturan main untuk menetapkan harga yang harus dipatuhi setiap pihak yang terlibat.

Septian Hario Seto, Deputi VI Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan seluruh pelaku usaha harus mematuhi Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara. Aturan tersebut dibuat untuk memberikan keadilan terhadap penambang dengan para pelaku usaha smelter.

“Pemerintah di sini berposisi sebagai wasit, tidak akan berpihak kepada siapapun. Namun kami minta seluruh pelaku usaha, baik penambang maupun smelter, untuk patuh terhadap aturan yang sudah ditetapkan dan disepakati bersama. Kalau ada yang tidak mau patuh, pemerintah akan menyiapkan sanksi tegas mulai dari peringatan, pemotongan ekspor bahkan sampai pencabutan  izin,” ujar Seto, Jumat (24/7).

Sanksi terhadap pihak-pihak yang tidak mematuhi aturan terkait Harga Patokan Mineral (HPM) bisa berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha atau pemotongan ekspor, hingga pencabutan izin usaha. Pemberian sanksi harus didukung seluruh kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.

Menurut Seto, tujuan penetapan aturan mengenai HPM sendiri adalah untuk menciptakan keseimbangan antara penambang dan pengusaha smelter, terutama mendorong good mining practices, namun tetap menjaga daya saing industri hilirisasi di Indonesia. Serta untuk mengoptimalkan potensi pendapatan pajak di Indonesia.

Pengaturan tata niaga nikel domestik yang mengacu pada HPM tidak ditetapkan secara sepihak, karena merupakan hasil dari diskusi dan kesepakatan bersama dengan para pelaku usaha dan pemangku kebijakan sektor mineral, khususnya nikel. Pihak yang terlibat diantaranya adalah penambang nikel yang diwakili APNI, serta perusahaan pertambangan dan perusahaan smelter yang diwakili AP3I.

Seto mengakui masih tetap ada praktik di lapangan yang berjalan tidak sesuai dengan aturan yang sudah disepakati tersebut. Mekanisme pasar tidak berjalan dengan baik, meskipun relaksasi kebijakan ekspor sudah diberlakukan, karena harga bijih nikel domestik tetap rendah.

Oleh karena itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi minta koordinasi yang baik antara kementerian dan lembaga melalui Satuan Tugas yang akan dibentuk untuk memastikan  implementasi aturan mengenai HPM di lapangan. Satgas tersebut juga akan secara rutin mengevaluasi dan berwenang untuk memberi sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melanggar dan tidak mengikuti aturan.

“Pemerintah tidak akan berkompromi mengenai larangan ekspor bijih nikel. Hal itu merupakan amanat Undang-Undang. Keadilan harus ditegakkan baik kepada seluruh pelaku usaha, oleh karena itu kami minta semua pihak untuk patuh terhadap aturan. Hal ini saya kira sangat sederhana, sangat clear, tinggal semua pihak mengeksekusi,” tegas Seto.(RI)