JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menargetkan bisa masuk dalam bisnis karbon dua tahun dari sekarang atau pada 2023. Fuad Iskandar Zulkarnain Fachroeddin, Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam, mengatakan selain berekspansi, pengolahan dan produksi karbon sebagai wujud komitmen Bukit Asam dalam melakukan hilirisasi dan peningkatan nilai tambah batu bara.

Bukit Asam sebelumnya telah menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan Activated Carbon Technologies PTY, LTD (ACT) yang berbasis di Australia yang akan bertindak sebagai offtaker produk karbon-aktif secara jangka panjang. “Direncanakan pada 2023 kami akan mulai produksi,” kata Fuad dalam konferensi pers secara virtual, Senin (5/4).

Pengembangan pabrik karbon aktif di Kawasan Industri Tanjung Enim (BACBIE) rencananya akan memproduksi karbon aktif sebanyak 12 ribu ton per tahun dengan mengolah sebanyak 60 ribu ton batu bara per tahun.

Produksi karbon aktif ini akan mengolah batu bara melalui proses aktivasi. Material di dalamnya akan berubah menjadi banyak pori-pori dan dapat menyerap zat lain di sekitarnya.

Karbon aktif dapat dimanfaatkan untuk proses penjernihan dan pemurnian air, pemurnian gas dan udara serta filter industri makanan. Fungsi lainnya adalah penghilang warna untuk industri gula dan penyedap rasa (MSG). Hingga di bidang farmasi sebagai penetral limbah obat-obatan sehingga tidak membahayakan lingkungan

Fuad belum mau merinci potensi pendapatan yang akan diterima Bukit Asam dari bisnis karbon aktif ini. Bukit Asam, kata Fuad masih mematangkan kajian teknologi dalam pengelolaan karbon. “Agar investasi daripada karbon aktif yang dilakukan dapat dilakukan secara efisien,” kata Fuad.

Di Indonesia sendiri saat ini tengah dilakukan uji coba perdagangan karbon antar pelaku usaha pembangkit listrik. Sedikitnya ada 80 pembangkit listrik yang terlibat dalam upaya penurunan emisi karbon melalui perdagangan emisi karbon.

Mekanisme perdagangan emisi karbon yang diusung yakni dengan menggunakan sistem insentif antar pelaku usaha dan oleh pemerintah, pelaku usaha yang kesulitan melakukan mitigasi perubahan iklim sendiri untuk mengurangi emisi secara sukarela berikan insentif ke pelaku usaha lain yang bisa kurangi tingkat emisinya dibawah batas tertentu yang diatur dalam standar emisi.(RI)