JAKARTA – Proses renegosiasi kontrak antara sejumlah perusahaan pemegang kontrak karya (KK) dengan pemerintah dinilai lamban. Padahal, penyelesaian amendemen kontrak yag berlarut-larut akan berdampak kurang bagus bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Zulnahar Usman, Ketua Kelompok Kerja Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), mengatakan buntunya proses renegosiasi akan mengancam keberlangsungan kegiatan operasional perusahaan. Apalagi, pemerintah telah mengambil langkah dengan menghambat pelayanan bagi perusahaan yang bersangkutan.

Keluarnya surat ultimatum dari pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM kepada beberapa perusahaan pemegang KK akan sangat merugikan perusahan.

“Mereka tidak akan diberikan pelayanan sehingga tidak dapat persetujuan dalam proses pembahasan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2018 perusahaan-perusahaan tersebut,” kata Zulnahar, Jumat (9/3).

Dia menambahkan, terhambatnya persetujuan RKAB dapat menyebabkan pengangguran terbuka lebih dari 10 ribu orang serta dapat menyebabkan keresahan sosial yang pada akhirnya dapat berdampak pada stabilitas sosial dan politik negara. Bahkan, sebanyak 10 ribu pekerja dari perusahaan supplier pertambangan juga bisa terancam pekerjaannya.

“Bukan itu saja, negara juga akan kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp15 triliun yang masuk dalam roda perekonomian dan lebih dari Rp2 triliun dalam pajak,” ungkap Zulnahar dalam keterangan tertulisnya.

Zulnahar menekankan penundaan pelayanan terhadap perusahan pemegang KK tidak boleh dijadikan alat ancaman dalam pelaksanaan proses renegosiasi KK.

Kementerian ESDM sebelumnya menyatakan akan mengambil langkah tegas terkait masih adanya perusahaan pemegang KK yang belum bersedia mengamendemen kontrak. Menteri ESDM Ignasius Jonan tidak akan menyetujui RKAB 2018 masing-masing perusahaan yang telah diajukan.

Sedikitnya ada sembilan KK yang hingga sekarang belum memperoleh persetujuan RKAB-nya. Sehingga, kegiatan operasional pertambangan perusahaan tersebut hanya terbatas dan kurang berjalan optimal.

Perubahan kontrak tambang, baik berbentuk KK maupun perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) merupakan amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Terdapat enam poin utama kontrak yang harus disesuaikan isinya dengan UU tersebut.

“Oleh karena itu, pelayanan harus dilanjutkan dan RKAB 2018 harus segera disetujui,” kata Zulnahar.(RA)