JAKARTA – Pemerintah diminta segera berbenah menyusun paradigma baru dalam membangun sistem ketahanan energi yang mumpuni dan berkelanjutan untuk masa depan.

“Salah satu tugas yang harus dipikul pemerintah saat ini adalah meningkatkan ketahanan energi nasional sebagai salah satu bentuk ketahanan bangsa. Harus ada solusi untuk menangani berbagai tantangan dalam pencapaian ketahanan energi,” kata Agum Gumelar, Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) di sela-sela Forum Ketahanan Energi Nasional di Jakarta, Kamis (8/9).

Jika sebelumnya ketahanan energi selalu erat kaitannya dengan sumber daya alam berbentuk minyak dan gas, belakangan terus berkembang ke seluruh sumber daya fosil lainnya seperti batu bara. Bahkan, dalam satu dekade terakhir, energi non fosil yang dikenal sebagai energi baru terbarukan (EBT) juga mendapat perhatian cukup serius.

Konsumsi energi diyakini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk maupun ekonomi. EBT harus terus dikembangkan untuk mencapai ketersediaan energi.

Salah satu indikasi lemahnya ketahanan energi nasional adalah pada ketersediaan stok bahan bakar minyak (BBM) nasional yang kini baru bisa memenuhi kebutuhan selama 20-25 hari saja. Minimnya ketersediaan BBM di dalam negeri terjadi sebagai akibat dari ketergantungan impor minyak mentah maupun BBM yang tidak lagi sebanding dengan tingkat konsumsi nasional.

“Konsumsi yang tidak sebanding dengan produksi secara alamiah akan menimbulkan persoalan harga dan ketersediaan,” kata Hariyadi B. Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

Menurut dia, ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan energi, akan menjadi ancaman bagi perekonomian “Termasuk ancaman juga baik bagi sektor industri maupun perdagangan,” tandas Hariyadi.(RI)