JAKARTA – Pemerintah mengklaim ENI, perusahaan migas asal Italia, telah mengajukan usulan perubahan skema kontrak Blok East Sepinggan dari cost recovery menjadi gross split. Usulan perubahan skema kontrak tersebut menjadi yang pertama dilakukan dalam kontrak kovensional yang masih berjalan.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan usulan perubahan rezim kontrak disampaikan ENI dua minggu lalu. Alasan utama yang disampaikan ENI sehingga mau merubah kontraknya adalah dari sisi efisiensi dan waktu, termasuk dengan pengadaan tender atau procurement dan biaya serta kepastian jika menggunakan gross split.

“Alasan pertama efisiensi, certainty, pekerjaan simple cepat tidak perlu lagi proses tender lama. Mereka melihat peluang efisiensi, proses juga simple kurang dari satu bulan diusulkan kami langsung urus,” kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (4/12).

Pemerintah menargetkan proses perubahan skema kontrak dengan cepat dan bisa rampung paling lambat pada pekan depan. “Kami targetkan kontrak diamendemen sebelum 12 Desember 2018,” tukas Arcandra.

Lapangan Merakes, Blok East Sepinggan merupakan lapangan yang sudah siap memproduksi gas. Data pemerintah menyebutkan Lapangan Merakes memiliki cadangan gas sebesar 814 BCF dengan rencana onstream atau menyemburkan gas pertama pada 2021. Rencana tersebut   sudah molor dari rencana sebelumnya yakni 2019.

Laju awal produksi gas Marakes ditargetkan sebesar 115 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dan bisa mencapai puncak rata-rata produksinya sebesar 319 mmscfd dengan batas usia keekonomian lapangan selama sembilan tahun.

Kontrak Blok East Sepinggan berlaku selama 30 tahun sejak 20 Juni 2012 dan berakhir pada 19 Juli 2042. ENI menjadi operator di sana dengan hak partisipasi (participating interest/PI) sebesar 85%. Sisanya, 15% PI dikuasai PT Pertamina Hulu Energi melalui   PHE East Sepinggan.

Sementara setelah berubah kontrak menjadi gross split, bagi hasil yang didapatkan ENI untuk minyak menjadi sebesar 67% sisanya 33% menjadi jatah pemerintah. Untuk gas bagi hasil untuk kontraktor menjadi 72% dan sisanya 28% untuk pemerintah.

Menurut Arcandra, bagi hasil yang didapatkan kontraktor, lebih besar dengan berbagai tambahan variabel split yang didapatkan oleh kontraktor berdasarkan kondisi teknis di lapangan, termasuk komitmen untuk menggunakan kandungan dalam negeri atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih besar ketimbang saat menggunakan gross split.

“Kalau cost recovery hanya di bawah 30%. Gross split 30% minimal mereka komit, makanya dapat tambahan 2% split,” tandas Arcandra.(RI)

Dalam skenario pengembangan lapangan Merakes rencananya akan diintegrasikan pengelolaannya dengan lapangan yang dioperatori oleh ENI juga, yaitu lapangan Jangkrik. Integrasi tersebut dilakukan dalam hal penggunaan fasilitas Floating Processing Unit (FPU) Jangkrik, dengan tujuan untuk menekan biaya sehingga tidak perlu lagi dibangun fasilitas pemrosesan gas Merakes sebelum dialirkan ke Kilang Bontang.

Berdasarkan kajian Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), skenario tersebut bisa diterapkan, dengan terlebih dulu melakukan pengadaan beberapa fasilitas yang harus ditambahkan sehingga gas dari lapangan Merakes bisa mengalir dan diolah oleh FPU Jangkrik. Beberapa fasilitas tersebut adalah penambahan satu platform serta pembangunan pipa untuk alirkan gas ke FPU dengan panjang sekitar 60 km.(RI)